Gandeng Tokoh LSM, Pedagang Pasar Melaya “Serbu” Kantor DPRD Jembrana

  28 Juni 2018 OPINI Jembrana

baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jembrana. Sejumlah pedagang yang berjualan di pasar Melaya, yang berlokasi di Desa Melaya, Kecamatan Melaya, Jembrana, Kamis (28/6) mendatangi Kantor DPRD Jembrana.
 
 
Dengan menggandeng tokoh LSM, mereka mengadukan sejumlah persoalan yang selama ini mereka hadapi. Terutama mengenai pengelolaan pasar yang banyak pungutan liar, bahkan intimidasi yang dialami para pedagang.
 
Menariknya, semua pengaduan para pedagang tidak terbantahkan. Pengelola pasar mengakui pengaduan para pedagang, termasuk pungutan yang dilakukan diluar ketentuan.
 
Hal tersebut diungkapkan para pedagang pasar Melaya saat hearing dengan komisi B DPRD Jembrana dan dinas koperasi, usaha kecil menengah, perindustrian dan perdagangan Jembrana, di kantor dewan Jembrana, tadi siang.
 
 
Kesempatan bertemu eksekutif dan legislatif tersebut, para pedagang mengungkap semua praktik yang bertentangan dengan ketentuan yang selama ini dialami. Bahkan saat itu Kadis Prindagkop menjadi bulan-bulanan para pedagang.
 
 
Para pedagang diwakili Ketut Sujana, salah seorang anggota LSM di Jembrana mengatakan, tujuan awal bertemu dengan dewan Jembrana untuk mengadukan masalah izin perpanjangan pasar yang tidak keluar meski para pedagang sudah membayar sejak sekitar 3 bulan lalu.
 
Biaya yang dikeluarkan pedagang bervariasi untuk biaya sewa selama 2 tahun rata-rata  Rp175 ribu selama 2 tahun untuk satu los, ditambah biaya materai Rp12 ribu dan biaya foto copy salinan izin Rp2000.
 
“Anehnya dalam pungutan tersebut apar pedagang tidak diberikan bukti pembayaran. Ini kan tidak masuk akal, pungutan apa itu,” tegas Ketut Sujana mewakili pedagang, Kamis (28/6/2018).
 
Namun dalam kesempatan tersebut, satu persatu pedagang mengungkap dugaan praktik pungli, bahkan tindakan intimidasi yang dialami oleh pedagang yang dilakukan oleh pengelola pasar, yakni Kepala Pasar Melaya I Kadek Nirta.
 
Para pedagang menyebutkan setiap hari membayar retribusi Rp 1500 oleh pengelola pasar. Padahal dalam Perda No 13 Tahun 2011 retribusi jasa umum per hari hanya Rp 1000.
 
Disamping itu, dalam perda yang sama izin sewa perpanjangan selama 2 tahun untuk kios Rp 100 ribu, untuk los dan pelataran Rp 75 ribu. Namun kenyataannya, para pedagang dipungut rata Rp175 ribu.
 
 
 
“Lantas, apa dasar hukumnya memungut dan kemana uang lebih dari pungutan itu?. Jangan-jangan semua pasar di Jembrana praktiknya sama,” ujar Sujana, usai para pedagang menyampaikan keluhannya.
 
Pria yang biasa disapa Cong ini juga mempermasalahkan dasar hukum dinas koperasi, usaha kecil menengah, perindustrian dan perdagangan Jembrana mengelola pasar. Pasalnya, sampai saat ini belum ada pencabutan Perda No 3 Tahun 2001 tentang Pendirian Perusahaan Daerah, diperbaharui degan Perda No. 20 Tahun 2006 tentang Pendirian Perusahaan Daerah, diperbaharui lagi degan Perda No 17 Tahun 2007 tentang Pendirian Perusahaan Daerah.
 
“Kalau ada peraturan bupati atau SK bupati tunjukkan. Kalau dinas melakukan pungutan, berarti tanpa dasar hukum dan itu pungli,” tutupnya.(BB)