Erwin Siregar Berkeyakinan Kasus SPI Unud SP3, Jika Dipaksakan Rektor Antara Bisa Bebas Demi Hukum

  03 Mei 2023 OPINI Denpasar

Foto: Pengacara Senior yang juga Tim Kuasa Hukum Unud, Erwin Siregar, S.H., M.H.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Putusan praperadilan yang dipimpin hakim tunggal Agus Akhyudi yang menjadi perhatian publik dalam kasus penetapan status tersangka Rektor Universitas Udayana (Unud) Prof. I Nyoman Gde Antara, dalam kasus dugaan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) di PN Denpasar pada Selasa 2 Mei 2023 dihormati Tim Kuasa Hukum Unud.

Salah satu tim kuasa hukum Unud, Erwin Siregar, S.H., M.H. menyatakan pada prinsipnya menghormati putusan praperadilan, meski tidak sependapat karena kalau melihat sangkaan jaksa yang membuat Rektor Unud sebagai tersangka itu jelas disebutkan melanggar pasal 2 ayat 1, pasal 3 UU korupsi, disamping itu ada juga pasal 12. 

"Kalau kita bicara pasal 2 ayat 1 Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi itu harus jelas berapa nilai kerugiannya dan tidak bisa nyebut sekian yang tak jelas itu tidak bisa. Dan untuk menentukan berapa jumlah kerugian itu harus dilakukan audit BPK," kata Erwin Siregar kepada media, Rabu 3 Mei 2023. 

Pengacara senior yang sebelumnya meraih penghargaan "The Best Lawyer In Service Excellent Of The Year ini menegaskan audit pun bukan sembarang audit yakni harus BPK, harus BPKP. Kalaupun digunakan audit internal dari Kejaksaan Tinggi Bali itu juga harus ada permintaan dari BPK. Dan satu lagi dikatakan dalam Undang-Undang bahwa dalam keadaan memaksa Majelis Hakim juga bisa menyuruh mengaudit. 

"Pertanyaan adalah apakah dengan adanya sangkaan Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi sudah diadakan audit? Kalau kemarin jaksa bilang sudah melakukan audit karena hanya dalam pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi yang tidak perlu melakukan audit karena itu pemerasan atau gratifikasi maka tidak perlu audit. Tapi ini yang disangkakan Kejati Bali Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi terhadap Rektor Unud itu harus dilakukan audit BPK," terang Erwin Siregar.

Namun demikian, lanjut Erwin Siregar, karena praperadilan sudah diputus maka Tim Kuasa Hukum Unud nanti akan membuktikan dalam perkara pokok di pengadilan. Ia kemudian bertanya apakah mungkin perkara ini bisa lanjut ke perkara pokok di pengadilan? Baginya, bisa iya bisa tidak karena saat ini audit belum dilaksanakan. 

"Kalau nanti setelah putusan praperadilan audit dilaksanakan dan tidak terbukti adanya kerugian negara maka mau tidak mau, suka tidak suka kasus SPI Unud harus di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) terhadap tersangka Rektor Unud. Dan itu harus, tidak bisa tidak, tapi jika ini dipaksakan dibawa kasus ini ke pengadilan, saya yakin seyakin-yakinnya putusan pengadilan akan membawa Rektor Unud Prof Antara bebas demi hukum," jelas pengacara kondang yang sudah puluhan tahun berkecimpung dalam sektor hukum.

Menurut Erwin Siregar, sebetulnya kalaupun nantinya kelak muncul SP3 maka tidak akan ada yang ditampar, tidak ada yang perlu sedih, tidak ada yang perlu kehilangan muka. Pasalnya, seperti diketahui saat ini pihak kejaksaan belum melakukan audit, dan semata-mata menggunakan bukti permulaan yang cukup berdasarkan aturan pasal 184 KUHAP. 

'Karena jaksa mengatakan ada saksi, ada ahli, ada surat, begitu pula pada hakim ada tiga alat bukti permulaan tetapi sampai saat ini jaksa sampai detik ini belum menyertakan hasil audit baik oleh BPK, BPKP, maupun audit intern kejaksaan," ulasnya.

Pengacara yang kerap membantu masyarakat dan warga asing terbelit kasus hukum ini menyebut seandainya pasca keputusan praperadilan audit terlaksana dan tidak ada kerugian negara maka mau tidak mau, suka tidak suka pihak kejaksaan wajib lakukan SP3. Kalau sampai kasus SPI Unud di SP3 maka kejaksaan tidak dirugikan dan tidak kehilangan muka karena hal itu hasil audit yang dapat dipertanggungjawabkan secara Undang-Undang. 

"Kalau Undang-Undang sudah memerintahkan maka tidak ada yang salah. Ketika saya membela seorang pembunuh, apakah saya pembunuh? Ketika saya membela penipu, apakah saya seorang penipu? Begitu pula ketika orang yang disangka melakukan korupsi, bukan berarti saya koruptor," jelasnya.

Sebagai pengacara kondang yang selama 35 tahun yang terus menerus tanpa henti menentang adanya korupsi di Indonesia, Erwin Siregar sebagai pengacara yang getol menyuarakan anti korupsi menegaskan dirinya membela Rektor Unud Prof Antara karena Ia melihat sudah terjadi penzoliman terhadapnya. Erwin Siregar pun mempertanyakan dimana azas praduga tak bersalah, apalagi belum ada putusan berketetapan hukum tetap terhadap Rektor Unud tapi seolah-olah dia dituding melakukan hal yang tak terpuji tersebut. 

"Mari kita sama-sama perangi itu (korupsi) untuk kesejahteraan republik tercinta. Seandainya Rektor Unud Prof Antara betul melakukan korupsi maka saya mungkin orang pertama yang meminta hukumannya lebih diperberat lagi. Tapi kalau Rektor Unud Prof Antara tidak bersalah maka apapun akan saya lakukan untuk menegakkan kebenaran di republik ini. Semoga itu tercapai," tegas pengacara yang puluhan tahun malang melintang membela masyarakat dan WNA tersebut.

Saat ini, Erwin Siregar berharap harus ada berita yang berimbang karena selama ini beritanya tidak berimbang dimana seolah-olah Rektor Unud sudah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Hal ini penting untuk diketahui masyarakat umum bahwa berdasarkan hukum, sebelum ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap maka seseorang tidak boleh dinyatakan bersalah.

"Kalau saya boleh saran sebetulnya setujui dana SPI namun saya minta jangan sampai memberatkan calon-calon mahasiswa. Saya harap SPI yang sudah sesuai aturan jangan diobok-obok lagi agar tidak terjadi kegaduhan dalam sektor pendidikan," harap Erwin Siregar mengakhiri.(BB).