DPRD dan Gubernur Bali Sepakati Substansi Pembahasan Soal Bandara Bali Utara dan Tersus LNG   

  19 Juli 2022 PERISTIWA Denpasar

Ket poto : Rapat Paripurna ke-19 masa Persidangan II tahun Sidang 2022 DPRD Provinsi Bali dihadiri Gubernur Bali I Wayan Koster

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Setelah berproses panjang, DPRD Provinsi Bali dan Gubernur Bali akhirnya menyepakati substansi pembahasan Revisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) 2022-2042. Kesepakatan itu diambil pada Rapat Paripurna ke-19 masa Persidangan II tahun Sidang 2022 DPRD Provinsi Bali, Senin (18/7/2022). Pada sidang yg dipimpin Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama hadir Gubernur Bali I Wayan Koster.   

Berkenaan dengan pembahasan dan kesepakatan substansi antara Gubernur dan DPRD yang sudah dapat dipahami dan dapat disepakati dengan beberapa muatan prinsip, yang menjadi permasalahan dan isu strategis, dan akan dibahas lebih lanjut dalam tahap Pembahasan Lintas Sektor. Dua substansi yang disepakati menyangkut Bandara Bali Utara terminal khusus LNG.  

Penyepakatan Lokasi Bandar Udara Bali Utara ditegaskan, dalam jawaban Gubernur atas Pandangan Umum Fraksi-fraksi disampaikan bahwa Rencana lokasi Bandar Udara Bali Utara berdasarkan Surat Menteri ATR/ Ka.BPN Nomor PF.01/ 08-200/ I/ 2021 tanggal 15 Januari 2021 di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Karena itu dalam Raperda RTRWP ini arahan lokasi Bandar Udara Bali Utara ditempatkan di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Setelah Raperda RTRWP ini ditetapkan, maka Perda RTRW Kabupaten Buleleng akan mengikuti arahan Perda Provinsi.

“Kami berpendapat, bahwa penetapan lokasi yang definitif tetap diperlukan, karena akan mempengaruhi hal penting yakni Struktur Ruang dan Pola Ruang, serta penataan Kawasan dan Wilayah, di dalam dokumen RTRWP Bali, walaupun kewenangan Penetapan Lokasi (penlok) nantinya tetap oleh Kementerian Perhubungan,” ujar Koordinator Pembahasan RTRWP 2022-2042, AAN Adhi Ardhana.                          

Dari Aspek Regulasi terkait dengan Peraturan Presiden RI Nomor 109 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang berhubungan dengan Perencanaan Bandara Bali Utara, dijelaskan bahwa telah dilakukan Rapat bersama 6 Menteri yang difasilitasi oleh Kementerian ATR/ BPN RI, yang kemudian dilanjutkan dengan Gubernur Bali berkirim surat mohon pertimbangan kepada Presiden Republik Indonesia tentang pencabutan salah satu butir dalam Perpres dimaksud.

“Saat ini sudah ada jawaban surat dari Sekretaris Kabinet Nomor: B.0203/Seskab/Ekon/04/2022 tanggal 28 April 2022 dimana dalam Lampiran III Surat dimaksud sesuai arahan Presiden Republik Indonesia Pembangunan Bandara Bali Utara tidak dilanjutkan, mengingat pembangunannya pindah ke Barat. Selanjutnya juga telah keluar surat dari Menteri ATR/ Ka. BPN kepada Gubernur Bali Nomor PB.01/ 369-II-200/ VIII/ 2021 tanggal 4 Agustus 2021, hal Rekomendasi Atas Peninjauan Kembali Peraturan Daerah tentang RTRWP Bali,’ terang Adhi.                                         

Ia juga membeberkan, berikutnya terdapat Surat dari Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dengan Surat Nomor S.127/ PKTL/ KUH/ PLA.2/ 2/ 2021, Tanggal 8 Februari 2021, Hal: Tanggapan Atas Permohonan Penggunaan Kawasan Hutan untuk Bandara Bali Utara. “Lahan yang dimohonkan karena bersinggungan dengan lokasi Bandara Bali Utara adalah lahan yang kering yang tidak produktif. Sedangkan dari Aspek Kajian Lingkungan dll, saat ini masih dalam tahap penyusunan Rona Lingkungan Awal yang dibantu oleh PAP. Hal-hal inilah yang mesti dipertajam lagi pembahasannya dalam tahap Pembahasan Lintas Sektor,” ujarnya.                  

Sementara itu terkait Tersus LNG, Adhi Ardhana menegaskan, dalam proses realisasi perwujudan pemanfaatan ruang baik untuk lokasi bandara maupun lokasi terminal LNG, masih tetap diperlukan kajian-kajian untuk memastikan kelayakan teknis dan lingkungan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Dan Gubernur Bali sepakat terhadap perlunya pembahasan lanjutan terkait Terminal Khusus LNG sesuai dengan rekomendasi yang telah disampaikan oleh Komisi 3 DPRD Provinsi Bali.

“Dengan demikian dari hasil pembahasan Kelompok Pembahas, kami berpendapat dan sepakat bahwa :  Gubernur Bali sepakat terhadap perlunya pembahasan lanjutan terkait Terminal Khusus LNG sesuai dengan rekomendasi yang telah disampaikan oleh Komisi 3 DPRD Provinsi Bali,” ucapnya.  Adhi juga menjelaskan, dengan demikian dari hasil pembahasan Kelompok Pembahas, pihaknya berpendapat dan sepakat bahwa :

1. Lokasi fasilitas penyimpanan dan unit regasifikasi atau FRSU (Facility Storage and Regasification Unit) dari LNG (Liquified Natural Gas) mesti sesuai dengan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali dan Kota Denpasar serta ijin pemanfaatannya oleh Kementerian Kehutanan. Dengan mengingat arahan serta atensi dari Presiden RI terkait upaya pelestarian dan budi daya Mangrove, yang juga menjadi salah satu Showcase Presidensi G-20, dan juga memperhatikan Visi, “Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana, Menuju Bali Era Baru”.

2. Mengenai Tersus (Terminal Khusus) untuk tetap dapat dikomunikasikan dengan duduk bersama antara stakeholder yang terlibat, dalam suatu Rapat/ Pertemuan yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota Denpasar. Dengan juga memperhatikan peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami, Banjir, Likuifaksi (Pencairan Tanah/ Soil Liquefaction) dll. Serta menyesuaikan dengan Pola Ruang sebagai mana Persetujuan Teknis (Perstek) RZWP-3-K yaitu zona pelabuhan (subzona DLKR/ DLKP Pelabuhan Serangan) dengan karakteristik pelabuhan yang mendukung pariwisata, seperti marina dan olah raga air.

“Kami juga memahami bahwa LNG adalah salah satu bentuk sumber energi bersih yang relatif ramah lingkungan, dan diperlukan sebagai pilihan untuk mengatasi kebutuhan 2 kali 100 MW pembangkit listrik PLN di Sanggaran-Denpasar Selatan. Intinya sebaiknya dikembangkan dengan Konsep Pengembangan Kawasan yang terintegrasi, yang menjadikan pariwisata dan kelestarian lingkungan seperti hutan bakau (mangrove), terumbu karang (coral reef) dan ekosistem lainnya, sebagai faktor-faktor yang diutamakan. Jadi secara tegas dan jelas dinyatakan bahwa tidak boleh ada hutan bakau yang ditebang, terumbu karang yang dikorbankan, atau terganggu keberadaannya. (BB)