Diklaim Warga Asing, Puluhan Karyawan 'Melawan Sita Eksekusi' Apartemen Milik Puteri Indonesia Persahabatan 2002 

  16 Maret 2023 HUKUM & KRIMINAL Badung

Puluhan karyawan apartemen The Double View Mansion, bersama sejumlah warga akhirnya menggelar aksi demo menolak proses sita eksekusi yang dilakukan oleh Tim Juru Sita dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar terhadap apartemen milik Puteri Indonesia Persahabatan 2002, Francisca Fannie Lauren Christie, selaku pihak termohon eksekusi yang dijaga ketat pihak kepolisian.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Badung. Puteri Indonesia Persahabatan 2002, Francisca Fannie Lauren Christie menjadi korban atas dugaan tindak pidana penggelapan oleh Warga Negara Asing (WNA) inisial L asal Swiss sehingga merugi sekitar Rp30 miliar. Akibatnya, apartemen miliknya The Double View Mansion, yang berlokasi di wilayah Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, pada Kamis (16/3/2023) disita eksekusi yang dilakukan oleh Tim Juru Sita dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Puluhan karyawan apartemen The Double View Mansion, bersama sejumlah warga akhirnya menggelar aksi demo menolak proses sita eksekusi yang dilakukan oleh Tim Juru Sita dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar terhadap apartemen milik Puteri Indonesia Persahabatan 2002, Francisca Fannie Lauren Christie, selaku pihak termohon eksekusi yang dijaga ketat pihak kepolisian untuk mengamankan situasi yang memanas.

Meski puluhan massa menolak dan terus berteriak, namun Tim Juru Sita dari PN Denpasar yang dipimpin Ketua Panitera Rotua Roosa Mathilda Tampubolon SH, MH, yang tiba di depan akses masuk The Double View Mansion tetap membacakan berita acara sita eksekusi dengan pengeras suara. 

Sita eksekusi itu berdasarkan surat pemberitahuan nomor W.24.U1/2068/HK.02/3/2023 dalam perkara nomor 469/Pdt.G/2021/PN Dps Jo Nomor 6/EKS/2023/PN Dps. Sejumlah personel Kepolisian dari Polsek Kuta Utara, Resor Badung, pun harus diterjunkan untuk mengamankan lokasi eksekusi.

Mathilda yang juga Ketua Panitera PN Denpasar, menjelaskan pihaknya bukan melakukan eksekusi tetapi sita eksekusi berdasarkan keputusan yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap-red) oleh PN Denpasar dalam perkara nomor 469/Pdt.G/2021/PN Dps Jo Nomor 6/EKS/2023/PN Dps. 

"Saya tegaskan, tadi itu bukan eksekusi tapi sita eksekusi. Putusan sudah inkracht. Karena kalau tidak inkracht, tidak mungkin dilakukan sita eksekusi," ucapnya.

Mathilda mengaku pemberitahuan sita sudah diberitahukan kepada para pihak. Tetapi menurut informasi yang ia dengar dari juru sita, kuasa termohon tidak mau menerima pemberitahuan tersebut. Menurutnya, pada saat aanmaning sudah jelas diterangkan bahwa bila termohon tidak menjalankan isi putusan, maka di hari kesembilan setelah aanmaning pihak pemohon eksekusi bisa mengajukan permohonan lanjutan.

"Jadi tidak ada konfirmasi lagi terkait ini. Karena aturan sudah jelas, pemberitahuan ke pihak termohon melalui petugas apartemen juga sudah dilaksanakan, jadi semua sudah diberitahukan. Kalau termohon menyatakan tidak diberitahukan, mereka tidak bisa memesan spanduk dan mengumpulkan orang buat orasi. Perilaku dan kejadian yang terjadi saling bertolak belakang," ungkapnya.

Sementara, pihak termohon Fannie Lauren, melalui kuasa hukumnya, Dr. Togar Situmorang, S.H., M.H.MAP.,C.Med.,CLA mengaku merasa dizolimi atas proses sita eksekusi yang dilakukan, dan merasa janggal atas apa yang telah tertuang dalam surat nomor W.24.U1/2068/HK.02/3/2023 dalam perkara nomor 469/Pdt.G/2021/PN Dps Jo Nomor 6/EKS/2023/PN Dps tertanggal 13 Maret 2023.

“Janggal sekali, saat gugatan mereka minta sebanyak 25 unit kamar untuk disita sudah ditolak hakim, ini hanya mereka dimenangkan tanggung renteng dengan klien kami membayar sejumlah dana dalam bentuk dollar yang dikonversikan ke rupiah, padahal mereka (pemohon, red) sama sekali tidak melakukan investasi sesuai komposisi,” tegas Togar.

Pelaksanaan sita aset ini membuat kliennya sangat terpukul, bahkan rekening perusahaan milik kliennya atas nama PT. Indo Bhali Makmur Jaya di sebuah bank diblokir tanpa izin dan konfirmasi kepada pemilik rekening, rekening tersebut diblokir atas permintaan PN Denpasar, sehingga dalam kasus ini dirinya melihat ada ketidakadilan hukum, karena kliennya sebagai pribumi justru merasa dikelabui oleh 3 orang Warga Negara Asing (WNA) L dan T asal Swiss dan A asal Italia.

Togar Situmorang menambahkan, pihaknya menyayangkan pemblokiran sepihak oleh pihak bank yang dilakukan tanpa pemberitahuan dan telah mencederai privasi dan kepercayaan publik. Disebutkan pihaknya juga sudah bersurat kepada Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Ombudsman karena merasa dirugikan, lantaran menjelang Hari Suci Nyepi, Fannie yang merekrut pekerja lokal Bali memiliki kewajiban memberikan hak kepada pekerja, operasional kantor pun terkendala.

Dengan kejadian ini, Togar sudah mengajukan keberatan atas eksekusi dan telah terregistrasi di PN Denpasar. Yang sangat disayangkan dan mengherankan lagi menurut Togar, WNA inisial A dan T tidak pernah muncul selama persidangan dan hanya diwakilkan oleh inisial L.

"Harusnya konfirmasi dulu kebenarannya. Kami sudah melakukan gugatan perlawanan untuk melepaskan sita aset dan kita sudah membuat gugatan terkait pemblokiran Bank Mandiri. Di mana Bank Mandiri memblokir tanpa adanya pemberitahuan ke klien kami, penyitaan itu katanya dari pihak pemohon dan kita juga tidak diberi tahu," tegas Togar.

Dalam kesempatan ini, pihak termohon Fannie Lauren berharap kasusnya ini mendapat perhatian pihak penegak hukum di daerah yakni Kapolda Bali hingga tingkat pusat Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, Komisi Yudisial, KPK hingga Presiden.

“Saya merasa dizolimi. Tidak ada azas kehati-hatian, mereka baru memberitahu setelah pemblokiran. Sampai saat ini PN tidak ada konfirmasi baik ke saya maupun ke pihak pengacara saya, tiba-tiba dapat surat undangan besok pagi ke kantor Lurah, saya kaget, tidak dapat tembusan untuk penetapan atau mau ada eksekusi. Putusan PN sampai inkracht itu hanya uang tanggung renteng tidak ada sita aset dan blokir rekening, untuk itu saya juga kirim surat perlindungan hukum kepada MA, MK, KPK, Ombudsman. Saya tidak punya utang malah saya harus membayar, mereka pun tidak pernah beri uang untuk pembangunan,” jelas Fannie.(BB).