Bunuh Logika Hukum Hanya Tahan Mantan Sekda Buleleng, Nyoman Tirtawan Sentil Kejati Bali Pertontonkan Hukum "Non Sense"

  25 Oktober 2021 OPINI Buleleng

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Buleleng. Nyoman Tirtawan, politisi yang tercatat dalam sejarah menjadi pahlawan karena pernah menyelamatkan dana APBD Bali Rp 98 miliar dengan memperjuangkan efisiensi dan transparansi anggaran Pilgub Bali 2018 ini berpendapat kasus korupsi yang menyeret mantan sekretaris daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng Ir. Dewa Ketut Puspaka alias DKP atas kasus dugaan gratifikasi senilai Rp 16 miliar yang beberapa bulan lalu telah ditetapkan tersangka dan kini tahan sebaiknya perlu dilakukan pendalaman lebih jauh agar keadilan hukum bisa ditegakkan seadil-adilnya.

Mantan Anggota DPRD Bali yang membidangi hukum dan pemerintahan ini menilai sangat janggal dalam suatu kasus korupsi gratifikasi dan pencucian uang tidak mungkin berdiri sendiri dan hanya menetapkan tersangka yakni DKP saja. Baginya, kalau tidak ada tersangka dari pihak penyuap, mustahil ada tersangka yang menerima suap.

"Stop tontonan hukum yg mencederai azas-azas hukum di negara Indonesia. Kejati Bali jangan pertontonkan hukum non sense," tegas Nyoman Tirtawan kepada wartawan, Senin (25/10/2021).

Tirtawan yang sebelumnya dikenal sebagai salah satu wakil rakyat yang paling vokal dan konsisten memperjuangkan aspirasi rakyat menilai pengungkapan kasus ini menjadi konyol, dimana Kejati Bali harus menunggu sidang untuk menetapkan tersangka lain. Bayangkan pencuri ayam ketika barang bukti "ayam curian" sudah ditangan kejaksaan, langsung ditahan pencurinya meski belum ada vonis pengadilan.

"Kejati Bali jangan tumpul keatas tapi tajam kejam ke rakyat miskin," sentil Tirtawan yang dikenal salah satu kader berprestasi yang pernah mengabdi sebagai Anggota DPRD Bali periode 2014-2019 ini. 

Menurutnya, bagaimana menjadikan seseorang tersangka jika tidak ada konstruksi pelanggaran hukum sementara dalam kasus korupsi tidak bisa berdiri sendiri. Salah satu politisi yang dikenal vocal dan dizolimi ini mengungkapkan sangat jelas jika ada suap menyuap maka pasti ada yang disuapin dan ada yang menyuap.

"Ini lucu. Karena sesungguhnya kasus korupsi Rp16 miliar, Sekda itu kan juru tulis pasti ada yang menyuruh. Khan uangnya itu pun tidak mungkin Sekda yang makan sendiri. Jadi tingteng atau pimpinannya pasti tahu," ungkap Tirtawan yang dikenal mantan Anggota Komisi I DPRD Bali ini.

"Termasuk money laundry juga ada yang melaundry dan tempat melaundry. Kejati Bali jangan pura-pura tidak tahu perihal peristiwa hukum? Contoh jika A menerima suap, pasti ada B,C,D yang menyuap. Jika tidak ada yang menyuap A, maka tidak bisa disangka atau dituduh tanpa bukti penyuap. Hello, jangan bunuh logika hukum," singgung Tirtawan.

Foto: Politisi yang dikenal kritis dan pecinta lingkungan Nyoman Tirtawan. 

Kalau Kejati Bali seperti ini, Tirtawan pun menyindir bahwa sekalian saja bebaskan tersangka Dewa Ketut Puspaka dari sangkaan yang tidak memiliki korelasi legalitas konstruksi hukum jika dalam kasus suap menyuap hanya ada satu obyek.

"Ingat dalam peristiwa suap menyuap pasti ada siapa yang disuap dan siapa yang menyuap serta dengan apa disuap. Apakah disuapin bakso kotak atau bakso segi tiga? Intinya Kejati Bali sedang mempertontonkan sebuah ilusi/halusinasi hukum yang lumpuh," sentil Tirtawan kembali.

Pengusaha yang juga politisi asal Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Buleleng ini pun menyinggung terkait kasus rumah jabatan, ketika mengembalikan hasil curian bukan berarti menghilangkan kasus pidananya.

"Korupsi dana rumah jabatan dari pada Sekda, itu kan melanggar undang-undang. Sementara Bupati yang membuat peraturan sebagai kepala daerah yang membuat peraturan melabrak undang-undang. Tidak digubris sama sekali, ada apa ini janggal sekali," tanya Tirtawan yang dikenal sebagai salah satu tokoh yang juga pecinta lingkungan ini.

Terkait hal tersebut, Kasi Penerangan Hukum atau Humas Kejati Bali, Luga Harlianto dikonfirmasi wartawan terkait ada bocoran akan memanggil Bupati Buleleng Januari pada awal tahun 2022 dibantahnya.

"Nggak ada terkait itu. Kita tetap berkonsentrasi pada DKP karena penyidikan yang dilakukan Kejati Bali bukan ini saja," dalihnya.

Sementara disinggung mengenai apa ada tersangka lain dan tentang adanya pendapat bahwa kasus korupsi gratifikasi dan pencucian uang tidak mungkin berdiri sendiri, ia menyampaikan, hal itu melihat pemenuhan alat bukti.

"Tersangka lain melihat pada pemenuhan alat bukti nantinya. Ikuti terus sampai akhir, begitu tanggapan kami kepada yang berpendapat itu," tutup Luga.(BB).