Bukan Sekedar Janji, Putu Rudana Harap Dana Perubahan Iklim Harus Diwujudkan dan Dicairkan

  14 November 2022 OPINI International

IPU di Mesir, Putu Supadma Rudana Sebut Dana Perubahan Iklim Harus Dicairkan, Bukan Cuma Janji

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Mesir. Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana (PSR) terus menyuarakan isu perubahan iklim dalam setiap pertemuan parlemen dunia (Inter-Parliamentary Union). Kini, Putu Rudana kembali menyuarakan isu perubahan iklim dalam event COP27 (Conference of Parties) Badan PBB untuk Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC), Sharm El Sheikh, Mesir.

Putu Rudana yang juga dikenal sebagai Anggota DPR RI Komisi VI ini mengatakan parlemen harus memainkan peran penting melalui fungsi pembuatan undang-undang, penganggaran, dan pengawasan untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi pembiayaan iklim. Baginya, tugas parlemen untuk memastikan pencapaian kemajuan dan integritas lingkungan serta keselarasan dengan komitmen yang dibuat.

“Apa yang dikatakan di ruang negosiasi harus mencerminkan kondisi nyata di lapangan. Untuk itu, kita harus bertindak sekarang, bersama-sama dan dengan komitmen penuh,” kata Putu Rudana melalui keterangannya pada Senin, 14 November 2022.

Wakil Rakyat Dapil Bali ini menyebut, tahun 2022 ini seluruh dunia memiliki tantangan yang berat untuk pendanaan iklim. Di COP26 tahun 2021, Putu Rudana menyebut seluruh parlemen dunia pasti menyaksikan bagaimana negara-negara maju gagal memenuhi janji mereka sebesar $100 miliar USD per tahun mulai tahun 2020 dan seterusnya.

“Baru-baru ini pada COP27, kita menyaksikan rencana aksi ambisius dari Sekjen PBB yang menyerukan investasi awal yang ditargetkan sebesar $3,1 miliar USD, antara tahun 2023-2027 untuk menyelamatkan nyawa dan melindungi mata pencaharian yang terdampak perubahan iklim,” sebut Putu Rudana. 

Di Sharm el Sheikh, Putu Rudana selaku perwakilan Parlemen Indonesia mendorong penguatan upaya implementasi pendanaan yang telah disepakati pada COP sebelumnya. Mengingat, kata Putu Rudana, kegiatan di Paris telah memberikan dunia dasar kesepakatan terkait perubahan iklim. 

“Tentu saja, saya berharap agar COP tidak hanya menjadi ajang untuk berdiskusi tanpa luaran/output yang konkret. Saya memandang bahwa sumber daya keuangan dan investasi yang baik diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim; baik untuk mengurangi emisi, mendorong adaptasi terhadap dampak yang sudah terjadi, dan untuk membangun ketahanan,” tegas tokoh asal Peliatan, Ubud, Gianyar ini.

Saat ini, Pemilik Museum Rudana menambahkan jika beberapa negara menghadapi banyak krisis seperti dampak gabungan dari pandemi, krisis iklim, masalah kemanusiaan di seluruh dunia, dan efek dari renggangnya tatanan internasional berbasis aturan (fraying of the rules-based international order).

“Oleh karena itu, saya percaya bahwa transfer teknologi dan pembiayaan merupakan hal yang penting untuk menjawab tantangan terkait perubahan iklim. Ini harus sejalan dengan semangat keadilan iklim dengan memiliki pendekatan aksi iklim yang berpusat pada manusia,” harap Putu Rudana.

Selain itu, Putu Rudana mengungkap laporan IPCC tahun 2022 telah menyoroti salah satu rintangan terbesar untuk adaptasi adalah akses yang tidak memadai terhadap pendanaan iklim. Apalagi negara-negara kaya tidak menyediakan pendanaan iklim yang cukup untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah beradaptasi dengan iklim yang berubah cepat. 

“Janji $100 miliar untuk perubahan iklim tidak boleh hanya menjadi sekedar janji, tetapi harus diwujudkan melalui tindakan. Disini, kita perlu meningkatkan kerja sama dan koordinasi untuk memastikan bahwa janji tersebut akan dipenuhi,” ungkapnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Putu Rudana menyatakan perlu melibatkan sektor swasta karena mereka dapat menjadi mitra penting pemerintah dalam mewujudkan kerjasama pembangunan yang efektif dalam isu lingkungan. 

“Namun, memberikan keadilan juga membutuhkan upaya terpadu dan menyeluruh dari kita semua, termasuk parlemen, pemerintah, pelaku usaha, masyarakat sipil, jaringan perempuan, pemuda, investor, dan juga masyarakat lainnya,” jelas Putu Rudana.

Apalagi saat ini, lanjut Putu Rudana, sejumlah Kepala Negara dunia berkumpul dalam kegiatan Presidensi G20 di Bali untuk membahas isu-isu global, salah satunya bidang keuangan prioritas adalah terkait isu iklim. Ia mengakui tidak ada negara yang dapat menyelesaikan masalah pendanaan iklim sendirian. 

Untuk itu, kata Putu Rudana, Presidensi G20 Indonesia fokus pada peningkatan kolaborasi di antara para pemimpin lembaga keuangan global utama dan bank multilateral, serta kemitraan dan koalisi pembiayaan iklim untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan mitigasi iklim dan cara-cara untuk mendorong perubahan sistem.

“Seperti yang kami yakini hanya melalui kerja sama internasional, kita mampu mengatasi masalah perubahan iklim,” tutup Anggota Fraksi Partai Demokrat ini.(BB).