Kejati Diduga Main Mata Dengan Pejabat

BCW Dorong KPK Supervisi Kasus Pungli Ijin Angkutan di Bali

  13 Oktober 2016 EKONOMI Denpasar

ilustrasi

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar. Bali Corruption Watch (BCW) kembali mendorong KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) segera turun mensupervisi kasus dugaan pungli dan calo ijin angkutan yang melibatkan oknum pejabat di jajaran Dishub Kominfo Bali termasuk oknum calo di Organda Bali. 
 
Mengingat kerugian negara yang ditimbulkan akibat praktek pungli dan calo ijin angkutan di Bali itu nilainya sangat fantantis, dan kalau dihitung bisa mencapai ratusan miliar rupiah karena menggembosi pajak masuk ke kas daerah lewat Dispenda Provinsi Bali.
 
Praktek korupsi semacam itu, belum lama ini berhasil diusut terkait perizinan yang melibatkan setidaknya enam orang di Kementerian Perhubungan dan calo atau perantara menjadi cermin bagaimana sebenarnya permainan praktek dugaan pungli dan calo ijin angkutan di Dishub Kominfo Bali dan Organda Bali yang gagal dibongkar Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali sehingga lagi-lagi menimbulkan aroma tidak sedap di jajaran SKPD Provinsi Bali itu.
 
Padahal dari monitoring Ketua BCW Bali, Putu Wirata Dwikora ada permainan besar dibalik kasus tersebut, sehingga juga terkesan Kejati Bali 'main mata' dengan para pejabat yang terlibat. Dari unsur korupsi sebelumnya pernah disebutkan, adanya dugaan kebocoran pajak progresif dan subsidi pajak yang nilainya bisa mencapai ratusan miliaran rupiah dari izin sewa baru angkutan sewa/pariwisata sampai tahun 2016. 
 
Tapi anehnya, saat penyelidikan Kejati Bali malah menyebutkan tidak ada ditemukan kerugian negara. Padahal jelas-jelas pajak pemasukan daerah yang masuk lewat Dispenda Bali bisa bocor akibat praktek permainan pungli dan calo ijin tersebut.
 
Menurutnya, dalam dugaan kebocoran pajak ratusan miliaran rupiah ini, semestinya Kejati Bali tidak segera buru-buru untuk menyatakan tidak ada kerugian negara. Pasalnya, dengan munculnya selisih potongan pajak sebesar 70 persen bagi pemilik plat S (nopol khusus angkutan sewa/pariwisata) untuk pengurusan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dari sisi potensi pemasukan pajak sudah bocor sehingga bisa dihitung kerugian negaranya. 
 
Apalagi sempat ditelusuri ke Dispenda Bali, jika rata-rata bea normal untuk BBNKB semestinya Rp20 juta dan bea PKB sebesar Rp2 juta, namun jika pemilik kendaraan hanya berbekal rekomendasi ijin angkutan dari Dishub Kominfo Bali sehingga dapat plat S tanpa perlu mengantongi ijin angkutan, maka bea BNNKB hanya Rp6 juta dan PKB menjadi Rp600 ribu. 
 
Praktek pungli ataupun calo ijin seperti itu, sudah sangat jelas ada potensi kerugian negara, karena saat razia gabungan Dishub Kominfo Bali dan Dispenda Bali menemukan banyak plat S tanpa mengantongi ijin angkutan, alias bodong untuk mengelabuhi petugas UPT Samsat menetapkan pajak progresif dan subsidi pajak. 
 
Janggalnya, dari sekitar 16 ribu angkutan sewa/pariwisata yang direkomendasi Dishub Kominfo Bali sampai akhir September lalu baru terdata di Dispenda Bali sekitar 2.221 angkutan yang memenuhi syarat mendapat potongan pajak. Untuk itu, semestinya penyidik dari Tipikor Kejati Bali harusnya bisa melihat dari selisih pajak yang digembosi sebagai potensi kerugian negara. 
 
Potensi kerugian negara inilah yang semestinya dihitung dan kejaksaan semestinya bertindak dan mengusut tuntas praktek pungli dan calo ijin tersebut. Oleh karena itu, dari kacamata BCW, macetnya kasus pungli dan calo ijin angkutan di Bali sangat aneh dan memprihatinkan. Sama halnya kasus besar yang ditangani Kejati Bali yang tidak jelas penanganannya. 
 
"Kejati kasus-kasusnya macet sangat memprihatikan, polisi saja turun mumpung Kapolrinya lagi semangat. Agar Kejaksaan terkontrol oleh penegak hukum lain. Banyak kasus yang aneh ditangani kejaksaan. Artinya Kejati Bali agak banyak kasus aneh-aneh begitu. Sebaiknya menjadi perhatian KPK supaya ada supervisi yang lebih intensif di jajaran kejaksaan termasuk Kejati Bali," tegasnya saat dihubungi awak media di Denpasar, Kamis (13/10/2016).
 
Wirata juga menyarankan agar kepolisian ikut masuk saja menangani kasus-kasus seperti itu, jika kejaksaan gagal mengusut. Apalagi sudah jelas-jelas ada permainan dari razia beberapa kali ditemukan plat S tapi kenyataannya kasusnya bisa macet di kejaksaan. Jika kejaksaan tidak mampu kepolisian diminta bisa turun.  
 
"Ikut usut saja, khan kewenangannya juga ada. Jika kejaksaan tidak mampu ya kepolisian bisa turun. Kita juga mendesak KPK melakukan supervisi, karena sangat sering ada pengaduan tentang kinerja Kejati Bali. KPK janganlah membiarkan penegak hukum yang seharusnya menjadi mitranya ini, sampai begitu lamban dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat," tandasnya.
 
Sekali lagi, BCW meminta supervisi KPK yang lebih intensif, karena kasus-kasus yang tidak disupervisi KPK, seperti kasus pipanisasi di Karangasem juga jalan ditempat. Sementara dalam kasus ijin angkutan, sudah jelas-jelas dari penelusuran di lapangan dan saat razia gabungan Dishub Kominfo Bali bersama Dispenda Bali ditemukan banyak permainan ijin angkutan.
 
"Kasusnya Geredeg khan informasinya dapat SP3, kalo KPK supervisinya tidak serius seperti itu jadinya, khan justru mengurangi citra kinerjanya KPK yang sudah berjalan dengan baik," tambahnya seraya menyebutkan sangat aneh kasus dugaan pungli dan calo ijin angkutan yang dilakukan sejumlah oknum Dishub Kominfo Bali dan Organda Bali itu dihentikan alias SP3 karena tidak menemukan kerugian negara. 
 
Seperti diketahui, OTT (Operasi Tangkap Tangan) dugaan pungli dan calo ijin di Kemenhub RI seharusnya memberi tamparan keras bagi penegak hukum di Bali, karena gagal mengusut tuntas kasus serupa yang semestinya bisa menjalar pengungkapnya sampai ke Bali. 
 
Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan seluruh instansi dan lembaga pemerintah, tentunya termasuk jajaran Dishub Kominfo Bali untuk menghentikan apapun yang namanya pungli, terutama terkait pelayanan kepada rakyat. 
 
Mengingat sebelumnya sejumlah pihak sudah dipanggil Kejati Bali untuk memberikan data dan bukti adanya dugaan pungutan liar di tubuh Dishub Kominfo Bali dan Organda Bali terkait kongkalikong dugaan permainan soal jual beli perijinan angkutan sewa/pariwisata. 
 
Sejumlah pihak juga sempat dipanggil Kejati Bali untuk memberikan bukti dan kesaksian di Kejati Bali diantaranya Aliansi Sopir Transport Bali (Alstar B) pada 3 Maret 2016 mendatangi Kejati Bali. Tidak hanya itu, Ketua Biro Angkutan Sewa Organda Badung yang juga Ketua Asap FB, I Wayan Suata bahkan menjadi saksi dan memberikan keterangan di Kejati Bali untuk mengungkap pungli di Organda Bali. 
 
Oleh karena itu, sejumlah pejabat juga telah diperiksa, baik Ketua Organda Bali yakni Ketut Eddy Dharma Putra beserta jajarannya telah diperiksa berulang kali di Kejati Bali. Tak luput, mantan Kadishub Kominfo Bali, Ir. I Ketut Artika. MT bersama mantan Kabid Perhubungan Darat, Standly JE. Suwandhi bersama bawahannya juga berulang kali bolak-balik diperiksa para penyidik Tipikor Kejati Bali.(BB).