Tanahnya Dicaplok Dipakai Jalan, Ipung: BTID Perlu Belajar Hukum, Saya Akan Hadapi Kalian Semua

  24 Februari 2022 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Foto: Advokat kondang Siti Sapura yang akrab disapa Ipung dalam keterangannya persnya kepada awak media di Kantor Advokat dan Mediator Siti Sapurah & Rekan, di Jalan Pulau Buton Nomor 40 Denpasar, Kamis siang (24/2/2022).

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Advokat kondang Siti Sapura yang akrab disapa Ipung tak kuasa menahan amarahnya setelah menjadi korban dugaan praktik mafia tanah. Advokat yang dikenal kerap membantu kaum perempuan dan anak-anak ini meradang lantaran tanahnya diklaim secara sepihak oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID).

“Saya akan melawan. Saya tidak bisa tinggal diam lagi. Saya berani karena saya punya bukti-bukti. Saya tidak takut dengan siapapun, kalau kalian (BTID) punya data hadapi saya,” ucap Ipung dengan dana tinggi dalam keterangannya persnya kepada awak media di Kantor Advokat dan Mediator Siti Sapurah & Rekan, di Jalan Pulau Buton Nomor 40 Denpasar, Kamis siang (24/2/2022).

Lebih jauh Ipung bercerita dari awal tentang riwayat tanah yang dimilikinya yang kini diklaim secara sepihak katanya milik dari PT BTID. Menurut pengacara pemberani ini, sebelumnya orangtuanya yakni almarhum Daeng Abdul Kadir membeli dua bidang tanah yang terletak di Kampung Bugis, Serangan pada tahun 1957 dari almarhum Sikin ahli waris dari H. Abdurahman mantan kepala Desa Serangan.

“Saat itu ayah saya Daeng Abdul Kadir adalah Kelian Dinas Banjar Kampung Bugis yang juga membentuk Banjar Kampung Bugis di Desa Serangan,” terang Ipung.

Ipung menuturkan dua bidang tanah yang dibeli yaitu dengan pipil nomor 2, persil nomor 15c dengan Akta Jual Beli/AJB nomor 27/57 seharga Rp 3.500. yang kedua anah dengan pipil nomor 2, persil nomor 15a dengan Akta Jual Beli/AJB nomor 27/57 dijual dengan harga Rp 4.500.

Sebelumnya, ada sejumlah pihak mencoba menguasai lahan itu dengan dalih bahwa tanah tersebut diperoleh secara hibah dari almarhum Cok Pemecutan. Namun berbekal dokumen kepemilikan yang sah, Ipung selaku ahli waris kemudian melakukan eksekusi lahan yang telah dikuasai sejumlah oknum masyarakat pada 2017 silam.

“Itu adalah tanah yang saya eksekusi pada tanggal 3 Januari 2017, rata dengan tanah. Saya eksekusi dengan terang benderang tanpa ada perlawanan,” tegas Ipung. 

Anehnya, lanjut Ipung, setelah tanah itu dieksekusi kini muncul klaim sepihak dari PT BTDI bahwa tanah itu adalah milik PT BTID. Bahkan tanpa malu-malu, BTID menyurati Desa Adat Serangan bahwa ada tanah BTDI di eks tanah eksekusi. 

"Saya tanya pada Desa Adat Serangan, apa yang dijadikan dasar oleh BTDI mengatakan tanah di eks tanah eksekusi adalah tanah dia,” tanya Ipung. 

Ipung secara detail menjelaskan bahwa BTID baru masuk ke Desa Serangan melakukan reklamasi tahun 1996, dan tahun 1998 baru ada jembatan dari Denpasar ke Serangan. 

"Apakah masuk akal BTID mengklaim tiba-tiba ada tanah dia di tanah eks eksekusi? Bukankah dalam hukum agraria siapa yang menguasai tanah lebih dulu itu dia adalah pemiliknya," sentil Ipung.

Ia mengaku heran dan tidak habis pikir kenapa tiba-tiba BTID sekarang mengklaim punya tanah di eks tanah eksekusi. Ia pun menantang BTID untuk menunjukkan bukti-bukti kepemilikan tanah ini.

“Saya tantang kalian semua, saya tidak takut dengan siapapun. Saya adalah anaknya Daeng Abdul Kadir. Kalau kalian punya data temui saya, berikan saya dokumen, kita debat disini. Kalau tidak Anda (BTID) perlu belajar hukum lagi,” tantang Ipung.

Bagi Ipung, jika mengacu pada SK tahun 2015 sedangkan dirinya menguasai tanah tahun 1958 kemudian mengeksekusi tanah tanggal 3 Januari 2017, nah waktu itu BTID kemana. 

"Pertanyaan saya Anda kemana waktu itu Apakah Anda (BTID) tidur? Saat tanah saya ratakan, saya bawa alat berat 10, dan 30 truk besar, saya membawa orang 150, apakah tidak dengar? Alat berat saya nangkring di depan kantor BTID apakah tidak lihat? Kalau kalian punya tanah di sana kenapa kalian diam saat saya eksekusi tanah itu?,” tanya Daeng Ipung dengan nada tinggi.

Berdasarkan semua itu, Ipung pun mengingatkan bahwa BTID telah mencaplok tanah miliknya untuk jalan. Merasa dizolimi, Ipung pun akan menuntut tanahnya yang dicaplok untuk dipakai jalan tanpa ada ijin darinya selaku pemilik tanah yang sah secara hukum. 

"BTID hadapi saya jika kalian punya data. Ingat Anda masih mencaplok tanah saya tanpa pemberitahuan. Saya akan tuntut itu jalan. Hadapi saya jika kalian punya data. Siapapun Anda saya akan hadapi kalian semua,” katanya.

Terkait hal yang dialaminya, Ipung menduga ada mafia tanah bermain. Apalagi di Bali menurutnya sepak terjang mafia tanah sudah sangat parah dan mengkhawatirkan serta sudah banyak masyarakat Bali menjadi korban mafia tanah yang merajalela namun seolah dibiarkan begitu saja. Parahnya, Satgas Mafia Tanah yang dibentuk pemerintah sampai saat ini belum pernah menunjukkan taringnya untuk berani menindak komplotan mafia tanah.

“Pertanyaan saya apakah tidak mungkin disini ada mafia tanah? Mentang-mentang aku orang Serangan, perempuan, kau pikir aku orang bodoh, goblok, enggak! Saya memang asli Serangan tapi darah saya asli orang Bugis. Saya tidak takut dengan siapapun, kalau kalian punya data hadapi saya,” tantang Ipung kembali.(BB).