Tanahnya Diklaim Sepihak BTID, Ipung Tantang Siapapun dan Siap Buktikan Tanah Itu Sah Miliknya

  24 Februari 2022 OPINI Denpasar

Foto: Pengacara kondang Siti Sapura atau yang akrab disapa Ipung dalam keterangannya kepada awak media di kantor Advokat dan Mediator hukum Siti Sapurah, SH di Jalan Pulau Buton No.14 Denpasar, Kamis siang (24/2/2022).

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Pengacara kondang yang dinilai paling getol dan berani membela kaum perempuan dan anak-anak yakni Siti Sapura atau yang akrab disapa Ipung kini meradang. Bagaimana Ipung tak kesal lantaran sebagian tanah miliknya yang berada di Desa Serangan, Denpasar Selatan belakangan diklaim secara sepihak oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID).

"Tanah yang mereka klaim itu adalah tanah yang saya eksekusi pada tanggal 3 Januari 2017," kata Ipung kesal dalam keterangannya kepada awak media di kantor Advokat dan Mediator hukum Siti Sapurah, SH di Jalan Pulau Buton No.14 Denpasar, Kamis siang (24/2/2022).

Lebih lanjut Ipung pun menceritakan, sebelumnya orangtuanya yakni almarhum Daeng Abdul Kadir membeli dua bidang tanah yang terletak di Kampung Bugis, Serangan pada tahun 1957 dari almarhum Sikin ahli waris dari H. Abdurahman mantan kepala Desa Serangan. 

Menurut Ipung, dua bidang tanah yang dibeli yaitu dengan pipil nomor 2, persil nomor 15c memiliki luas 0,995 hektar, kemudian tanah dengan pipil nomor 2, persil nomor 15a memiliki luas 1,12 hektar.

Pengacara yang dikenal tegas dan berani ini mengungkapkan dalam perjalanan, ada sejumlah pihak mencoba menguasai lahan itu dengan dalih bahwa tanah tersebut diperoleh secara hibah dari almarhum Cok Pemecutan.

Dengan berbekal dokumen kepemilikan yang sah, Ipung selaku ahli waris kemudian melakukan eksekusi lahan yang telah dikuasai sejumlah oknum masyarakat pada 2017 silam. Bahkan, saat eksekusi Ipung mengaku mengeluarkan modal sendiri. Setelah dieksekusi, tanah yang sebagian besar telah diisi bangunan rumah oleh para oknum tersebut kemudian dia ratakan.

"Kini ketika tanah sudah menjadi daratan,  tetapi tiba-tiba ada beberapa pihak yang mengklaim kepemilikan tanah eks eksekusi. Kemudian ada yang mengatakan tanah itu tanah lebih berdasarkan kordinat BPN, waktu itu saya diam," ungkap Ipung.

Saat Desa Adat Serangan mencoba melakukan pengukuran, Ipung selaku pemilik sah kemudian bereaksi sehingga pihak Desa Adat Serangan urung melakukan pengukuran. Tak berhenti di sana, sekelompok masyarakat melapor ke Kejari Denpasar jika tanah eks eksekusi merupakan tanah milik Desa Adat Serangan.

Bahkan anehnya, PT BTID juga bersurat ke Desa Adat Serangan bahwa tanah yang telah dieksekusi merupakan tanah milik mereka. PT BTID berdalih tanah tersebut miliknya berdasarkan SK SLH tahun 2015.

"Saya katakan, Daeng Abdul Kadir membeli tanah pada tahun 1957, sementara BTID mengkalim berdasarkan SK tahun 2015. Kemudian, BTID masuk dan melakukan reklamasi Desa Serangan pada tahun 1996. Masuk akal nggak tiba-tiba BTID mengklaim bahwa tanah eks eksekusi milik mereka," sentilnya.

Atas keganjilan ini, Ipung yang kesal kini menantang pihak BTID untuk membuktikan jika tanah tersebut milik mereka. Jika tidak bisa, ia akan membawa persoalan ini ke ranah hukum karena ia merupakan pemilik sah tanah tersebut.

"Saya tantang siapapun yang mengklaim tanah saya itu. Ayo adu bukti-bukti dan data, kita buktikan akan saya hadapi siapapun orangnya," tegas Ipung dengan suara lantang.(BB).