Hargai Tanah Bali, Sony: Herman Lie Bertobatlah, Stop Bawa Preman Intimidasi Warga Bali

  20 Februari 2022 OPINI Denpasar

Foto: Sony tunjukkan bukti beberapa foto Herman Lie bawa preman intimidasi keluarga Made Suka selaku pemilik tanah di Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Bali.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Tindakan aksi intimidasi menjelang eksekusi tanah 5,6 ha di Ungasan makin terlihat. Apalagi, usai PN Denpasar pada 9 Februari 2022 gagal eksekusi, kini rencananya eksekusi paksa kembali akan dilaksanakan pada 23 Februari 2022 bertepatan dengan pelaksanaan sidang gugatan yang dilakukan pihak penyewa. 

Jelang eksekusi pada 23 Februari 2022 mendatang, diduga aksi intimidasi yang dilakukan pemohon Herman Lie dilapangan gencar dilaksanakan. Seperti munculnya beberapa oknum Anggota Kepolisian dari Polsek Kuta Selatan dan 1 orang dari Polresta Denpasar yang datang ke rumah termohon Made Suka yang sedang dalam suasana duka sepeninggal ibu kandungnya, Nyoman Rimpen (istri dari Nureg, pemilik lahan 5,6 ha) yang meninggal akibat shock menjelang eksekusi tanahnya. 

Oknum polisi tersebut salah satunya Dirga yang kini bertugas di Polsek Kuta Selatan datang ke rumah Made Suka atas suruhan Herman Lie. Yang teranyar, dalam pengakuan Sony selaku pihak penyewa tanah 5,6 ha tersebut, dia memperlihatkan kepada awak media sejumlah foto-foto Herman Lie membawa sejumlah orang berbadan kekar yang diduga preman untuk menakut-nakuti keluarga termohon Made Suka dan dirinya.

"Ini foto-foto Herman Lie bawa anak buahnya," ucap Sony kepada sejumlah wartawan sambil memperlihatkan foto-foto bukti Herman Lie saat berada di Lokasi tanah 5,6 ha.

Akibat adanya intimidasi yang dilakukan Herman Lie, maka aktivitas usaha Paragliding dan Parasailling, Sony bersama ibunya Yulianti untuk sementara dihentikan karena mereka merasa amat sangat terganggu. 

"Sejak adanya intimidasi ini kami bersama karyawan menghentikan kegiatan penunjang pariwisata ini untuk menjaga-jaga jangan sampai ada hal-hal yang tidak kita inginkan bersama," jelas Sony.

Sony menyesalkan kenapa Herman Lie melakukan pembohongan terhadap ahli waris dengan berpura-pura menjanjikan akan memberikan uang sejumlah Rp. 350 juta ditambah lagi 50 persen dari tanah seluas 5,6 ha yang dijanjikan akan diberikan kepada ahli waris. 

"Memang menurut pengakuan ahliwaris bahwa uang Rp. 350 juta sudah diberikan. Tapi dia janji akan memberikan tanah 50 persen itu yang belum ditepati. Bukankah itu merupakan pembohongan publik yang dilakukan Herman Lie?," sentil Sony.

Sony dalam kesempatan ini mengingatkan Herman Lie agar cari makan di Bali agar dengan cara yang baik. "Jangan seperti itu, cari makan yang baiklah di Bali. Kita mestinya bersyukur bisa hidup baik di Bali. Jadi hormati keberadaan warga Bali," harapnya.   

Sony anak dari Yulianty yang menyewa tanah tersebut mengatakan Herman Lie selaku pemohon, cari makan di Bali sama seperti dirinya. Sama-sama pengusaha, namun ketika ia mendapat masalah kerap menggunakan cara premanisme dalam penyelesaiannya sehingga kerap mengabaikan hukum yang berlaku.

"Sebelum eksekusi Herman sudah mengerahkan banyak preman ke lokasi. Ini cara apa. Sudah numpang makan dan minum di Bali tetapi tidak menghargai Desa Kala Patra. Kalau di Bali jarum satu saja jatuh dunia tahu. Mengapa harus cara- cara preman begini untuk menyelesaikan masalah? Apa ini sesuai dengan hukum? Kalau ditemukan ada yang tidak benar, iya lapor polisi dong," tegas Sony kesal.

Sony juga menyentil, ketika eksekusi Herman Lie nampak kalem, tetapi di belangnya banyak orang berbadan kekar sehingga tindakan itu pembohongan publik.

"Saya sudah lama usaha disitu sudah 10 tahun lebih dan gara- gara intimidasi itu usahanya ditutup karena pegawai ketakutan, pada kabur takut sama preman," sesal Sony.

Menurut Sony, alasan utama Herman Lie menggebu-gebu menguasai tanah di Ungasan itu karena sekarang harganya naik drastis. Sony mengaku keluarganya menyewa tanah tersebut sebelum urusan antara ahli waris dengan Herman Lie. 

"Sekarang sisa sewa masih 4 tahun. Preman-preman mengintimidasi biar orang kabur dan ketakutan. Dulu harga tanah 2,5 milyar dan sekarang harga tanah 500 milyar. Saya sarankan berbagilah. Ini Bali. Lu Herman sama gua hidup di Bali yang menjunjung tinggi Tri Hita Karana, Desa Kala Patra. Jangan rusak Bali dengan premanisme begini. Bertobatlah," tutup Sony seraya berharap Herman Lie hentikan cara premanisme dan menghargai warga Bali.(BB).