LP Warga Laporkan BPD Bali di SP-3, Penyidik Kini Dipanggil Propam Polda Bali

  09 Agustus 2021 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Ilustrasi net

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Langkah Polresta Denpasar mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3) Nomor: SPPP/02/I/RES/1.9/2021 akhirnya kini berujung berurusan dengan Propam Polda Bali.

Dalam laporan polisi (LP) dari warga Nomor: LP/1538/XI/2015/BALI/RESTA DPS, tanggal 21 Nopember 2015 yang melaporkan dugaan pidana penyerobotan lahan dilakukan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali pada sebidang tanah seluas 385 M2 di Jalan Gadung Denpasar dirasa warga laporanya hampir 5 tahun mengambang tak jelas, justru malah baru-baru ini dihentikan penyidikannya.

Melihat hal ini, keluarga pelapor yakni I Kadek Mariata kemudian melayangkan surat meminta perlindungan dan pengayoman hukum kepada jajaran pengawas dan penegak hukum negara, baik itu Kapolri, Komnas HAM, Ombudsman, Kejaksaan Agung hingga ke Presiden Jokowi.

Ia beralasan bahwa keluarganya sebagai korban ketidakadilan dari penanganan sebuah kasus pertanahan mengaku hak serta perlindungan hukum diberikan negara kepada rakyat disebutkan justru dirampas negara.

"Awalnya surat ditanggapi Komnas Ham Pusat dan Ombudsman. Dan sekarang saya dipanggil Propam Polda Bali untuk dimintai keterangan. Dimana sebelumnya sudah memanggil penyidik dari Polresta Denpasar," ucapnya.

Kadek Mariata menjelaskan, pemanggilannya untuk dimintai keterangan Akreditor Bidpropam Polda Bali sangat ditunggu. Namun ia mengaku heran mengetahui gambaran alasan pelaporannya dihentikan lantaran sertifikat asli SHM Nomor 204 serta Warkah miliknya dikabarkan tidak pernah ditunjukkan untuk dilakukan penelitian oleh penyidik.

"Kami sampaikan fakta sebenarnya kepada Akreditor Bidpropam bahwa sertifikat yang asli saat kami buat laporan ke Polresta kami bawa. Berkali-kali kami bawa dan tunjukkan kepada penyidik. Baik saat membuat laporan maupun saat dimintai keterangan. Kalau tidak kami tunjukkan bagaimana laporan kami bisa diterima," beber Kadek Mariata.

Untuk membuktikannya, pihaknya mengaku siap menghadirkan SHM No 204 yang asli sehingga perkara yang sudah dihentikan bisa dibuka kembali. Kadek Mariata menegaskan upaya-upaya seperti melakukan gugatan Praperadilan kepada Polresta Denpasar terkait kasus ini tidak ada niat.

Ia berharap sebagai warga negara ketika berkeluh kesah hak dan perlindungan hukum dirampas, seyognya negara wajib hadir memberi perlindungan dan mempertahankan kemerdekaan rakyatnya. Ia menegaskan bahwa sebelum perkaranya mendapatkan jawaban pasti, pihaknya akan tetap bersurat ke mana-mana. Ia mengaku sudah lama menunggu kehadiran negara mepertahankan kemerdekaan rakyatnya dalam praktik maladministrasi mafia pertanahan.

"Kami jelaskan belum ada rencana melakukan gugatan praperadilan. Hemat kami dalam permasalahan ini negara wajib hadir. Bagaimana hak kami dari turun-temurun sebagai warga negara merasa dirampas secara tiba-tiba. Kami juga tidak ada urusan dengan BPD Bali dan tidak pernah meminjam kredit atau lainnya memakai sertifikat tanah kami," tegasnya.

Sementara terkait pemanggilan Propam tersebut, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Syamsi SH saat dihubungi sejumlah awak media tak mengangkat sambungan telepon dan tak menjawab pertanyaan yang dikirim melalui pesan WhatsApp (WA), Sabtu (7/8/2021).

Untuk diketahui dalam sengketa tanah warga Bali dengan BPD Bali meski telah ada putusan Mahkamah Agung (MA) namun tetap bergulir. Bahkan dibalik putusan kasasi tersebut ada upaya warga meminta pengayoman hukum hingga berkirim surat kepada presiden Jokowi.

Obyek lahan seluas 385 M2 di Jalan Gadung Denpasar ini begitu gigih diperjuangkan meski telah menerima surat eksekusi dari pengadilan. Pasalnya, diakui Kadek Mariata, sebelumnya obyek lahan dikasuskan ini merupakan tanah leluhur secara turun-temurun telah bersertifikat, tidak pernah dijual atau diagunkan ke bank dan warkahnya jelas. Namun aneh secara tiba-tiba diakui BPD Bali dan digugat.

“Kami kaget dan melapor ke polisi bahwa tanah kami dirampas. Saat persidangan, awalnya kita diajak mediasi membagi lahan itu dan dikatakan BPD Bali juga memiliki sertifikat. Jelas kami tidak mau. Masak tanah kami dari dulu kita tahu adalah milik keluarga kita mau dibagi. Khan jelas tidak. Akhirnya gugatan berjalan dan kami menang dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar,” terang Kadek Mariata.

Kadek Mariata menjelaskan pihaknya tidak mengikuti banding lantaran yakin tanah dikasuskan adalah milik keluarganya secara turun-temurun. Dan dikatakan ketika dikawal proses banding tersebut pasti ada beban biaya.

“Saya yakin itu tanah milik keluarga kami. Kami lahir di sana besar di sana dan keluarga kami tinggal di sana. Warkahnya jelas sehingga BPN menerbitkan sertifikat tanah kami. Begitu juga leluhur kami tidak pernah menjual dan menjadikan agunan bank. Masak kami tidak pernah ada masalah dibuatkan masalah dan harus keluar biaya. ‘Dadag telah mati bangkung’ ( habis biaya tanah hilang ),” sentilnya.

Sementara Kepala Ombudsman Bali, Umar Ibnu Alkhatab mengatakan ketika warga negara berkirim surat sampai ke presiden itu sah-sah saja. Artinya, menurut Umar di tingkat bawah warga belum mendapat penyelesaian yang memuaskan.

“Seorang warga negara jika sampai mengirim surat ke Presiden itu artinya dia di tingkat bawah tidak mendapatkan apa-apa (keadilan). Tidak mendapatkan satu penyelesaian yang memuaskan. Presiden adalah bagaikan bapak bagi seorang anak (warga). Terutama bagi mereka yang tidak mendapatkan penyelesaian hukum yang adil. Dia dapat mengadu kepada bapaknya (Presiden), yang notabene memiliki kekuasaan cukup luas untuk bisa mengubah satu keputusan,” jelasnya

Walaupun Presiden tidak dapat mengintervensi hukum, tapi soal administrasi disampaikan Umar pada level eksekutif dia dapat menegur. Sehingga warga punya kesempatan luas untuk meminta pengayoman kepada Presiden atas masalah hukum  dihadapi.

“Apalagi setelah dia (warga) kemana-mana mentok, ke BPN mentok, ke Polisi mentok, ke Jaksa mentok, semuanya mentok, ya dia terpaksa harus berkirim surat kepada Presiden. Kita harap Presiden menerima dan dapat membacanya lalu memberikan respon. Karena ini kan, menurut dia, berkaitan dengan hak hidup dia yang dicaplok oleh pihak lain,” harap Umar.(BB).