Penelitian Akademisi Ungkap Aliran Hare Krishna Sebuah Ideologi Transnasional Ancam NKRI

  23 Mei 2021 OPINI Denpasar

Akademisi Bali yang meneliti ajaran ISKCON atau aliran Hare Krishna (HK) Dr. Ida Ayu Made Gayatri, S.Sn.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Salah satu akademisi di Bali yakni Dr. Ida Ayu Made Gayatri, S.Sn pernah meneliti dan menyusun tesis S2 mengenai ajaran ISKCON (Society for Krishna Consciousness) atau yang dikenal aliran Hare Krishna (HK) mengungkapkan hal mengejutkan.

Berdasarkan pengamatan dan penelitian akademiknya, Gayatri menyebutkan ISKCON atau Hare Krishna (HK) adalah sebuah ideologi organisasi transnasional yang bisa mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Ideologi transnasional dipahami sebagai gerakan politik internasional yang berusaha mengubah tatanan dunia berdasarkan ideologi keagamaan fundamentalis tik, tekstual, skriptualis radikal, sangat puritan dan bersikap eksklusif. Melakukan klaim sepihak atas nama agama atau Tuhan," kata Gayatri.

Lebih jauh Gayatri menerangkan bahwa ideologi transnasional merupakan paham atau pemikiran yang disebarkan secara lintas batas negara bersama identitas yang mewakilinya. Paham ini dipersepsikan dalam bentuk neoliberalisme dan fundamentalisme agama.

"Biasanya pengikut ideologi ini berargumentasi bahwa memiliki Tuhan dengan nama berbeda adalah kebebasan," ungkapnya.

Sementara konteks Ketuhanan yang Maha Esa dalam Pancasila dikatakan Gayatri haruslah mengacu pada ke-Tuhan-nan sesuai dengan agama masing-masing yang sudah diakui negara. Dalam praktiknya ditegaskan tidak ada umat agama manapun di Indonesia dibenarkan menduakan Allah, Kristus, Budha dan juga Ida Sang Hyang Widhi. Umat Agama Hindu di Indonesia menyebut Tuhan adalah Ida Sang Hyang Widi Wasa dengan pakem keagamaan telah ditetapkan sesuai dengan kearifan budaya nusantara. 

"Sementara aturan keagamaan bersifat tunggal sesuai tafsir mereka sendiri, aturan manusia dianggap menyingkirkan kekuasaan Tuhan. Dengan demikian, ideologi ini menentang konsep negara-bangsa (nation-state) yaitu tentang negara modern yang terkait erat dengan paham kebangsaan dan nasionalisme," terangnya.

Adapun modus yang dilakukan organisasi transnasional, sambung Gayatri yaitu mengibarkan simbol-simbol agama dan mengutip kalimat suci ketuhanan. Sisi lain mencaci maki dan menstigma orang atau kelompok lain berseberangan dengan pemikiran dan ideologi mereka sebagai liyan (the other). 

"Ini masalah wawasan kebangsaan dan bagaimana bersikap dalam bela negara," pesan Gayatri.

Dalam penelitiannya itu,  ISKCON atau Hare Krishna merupakan ideologi organisasi transnasional bersifat konservatif ortodoks dengan karakteristik men-Tuhan-kan guru. Selain itu hanya tunduk pada tujuan serta perintah dari garis organisasi perguruan spiritual (parampara) bukan pada tujuan negara.

"Pada Hare Krishna ISCKON, Caitanya Mahaprabhu yang lahir pada 18 Februari 1458 di Nadiya Benggala dipuja sebagai Tuhan yang Maha Esa. Namun dalam propagandanya, terjadi manipulasi dilakukan dalam penyebaran buku Bhagawadgita versi Srila Prabhupada kepada masyarakat," sebutnya.

"Seolah Caitanya Mahaprabu adalah Krishna dalam epos Mahabhrata dan tokoh dalam, Bhagawadgita. Padahal dalam  kenyataanya, ISCKON telah menyesatkan masyarakat dengan memanipulasi seolah dipuja Sri Krishna (putra dari Devaki) dalam Epos Mahabhrata, padahal dipuja adalah Krishna Caitanya Mahaprabu (putra dari Srimati)," imbuhnya.

Gayatri mengaku menemukan  manipulasi berupa penyesatan pikiran terhadap teks dalam Bhagawadgita. Dalam Bhagawadgita menurut aslinya karangan Srila Prabupada dikatakan sebagai pendiri ISKCON atau Hare Krishna ini ditemukan sejumlah teks Sansekerta diubah sesuai dengan opini atau pandangan pribadi Srila Prabhupada.

Gayatri menyebut Governing Body Commission (GBC) merupakan badan pemerintah ISKCON dan manajerial tertinggi yang berkedudukan di Amerika. Komunitas ISKCON di Indonesia bahkan membangun proyek perkampungan eksklusif khusus bhakta Hare Krishna bernama Gita Nagari di Lampung. 

Model diaspora budaya abad ke-15 baik cara dan gaya hidup dari masyarakat Benggala (sekarang disebut Bangladesh) ini diadopsi dikembangkan secara nasional melalui agenda nasional ISKCON. 

"Diaspora budaya Benggala inilah yang dianggap sebagai kualifikasi utama bagi nilai kehidupan keagamaan yang murni sesuai Veda," ucap Gayatri.(BB).