Mensesneg Sebut GPK PD Masalah Internal, Sekjen Demokrat Ungkap Fakta Libatkan Pihak Eksternal

  05 Februari 2021 POLITIK Nasional

Foto: Sekjen DPP Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com–Jakarta. Santernya berita gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat (GPK PD) yang juga melibatkan lingkaran istana akhirnya dijawab Menteri Sekretaris Negara, Pratikno. Menurutnya, Presiden Joko Widodo tidak berkenan menjawab surat Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) karena gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat (GPK PD) dianggap sebagai permasalahan internal partai.

Terkait pernyataan Mensesneg tersebut, Sekjen Demokrat Teuku Riefky Harsya menyampaikan bahwa dengan tidak dijawabnya surat Ketum AHY, tentu sepenuhnya menjadi hak dan kewenangan Presiden Jokowi. Dalam surat tersebut, Ketum AHY memohon penjelasan Presiden Jokowi terkait disebutnya nama Kepala Staf Presiden Moeldoko yang terlibat dalam GPK PD, serta sejumlah pejabat dilingkaran istana yang katanya setuju dan mendukung GPK PD tersebut.

Untuk diketahui agar tidak salah pengertian, Partai Demokrat tidak pernah menuduh para pejabat pemerintahan terlibat dalam GPK PD tersebut. Adapun yang menyebut nama-nama para pejabat pemerintahan itu berasal dari Moeldoko dan para pelaku gerakan yang lain, sesuai dengan kesaksian para kader yang diajak bertemu mereka.

Melalui surat tertanggal 1 Februari 2021 yang lalu, lanjuy Teuku Riefky Harsya, Ketum AHY telah menyampaikan keyakinannya bahwa Bapak Presiden Jokowi, sejumlah menteri dan pejabat setingkat menteri yang disebut-sebut Moeldoko atau pelaku GPK PD lainnya, tidak mengetahui adanya gerakan ini. 

"Ketum AHY juga menyampaikan bahwa pejabat-pejabat itu sangat mungkin dicatut namanya dan bahkan sebuah pembusukan politik,” kata Teuku Riefky Harsya dalam keterangan persnya dari Kantor DPP Partai Demokrat di Jakarta, Jumat (05/02/2021).

Lebih jauh Teuku Riefky Harsya yang didampingi Wakil Sekjen Partai Demokrat Putu Supadma Rudana (PSR) mengatakan Partai Demokrat tetap menghormati Presiden Jokowi dan para menteri terkait dan justru tidak ingin para pejabat terhormat itu mendapatkan fitnah apapun. Partai Demokrat berterima kasih kepada Menko Polhukam dan Menkumham yang berkenan memberikan klarifikasi bahwa tidak tahu menahu terkait GPK PD tersebut.

“Ini membuktikan keyakinan kami bahwa tidak benar jika para pejabat negara tersebut terlibat dalam gerakan ini,” jelas Teuku Riefky Harsya.

Tidak adanya penjelasan dari Presiden Jokowi, sambung Teuku Riefky Harsya tentu masih ada teka-teki yang tersimpan dalam pikiran masyarakat. Namun demikian, Partai Demokrat tetap menghormati keputusan dan pilihan Presiden Jokowi tersebut.

“Kami tetap berkeyakinan bahwa Presiden Jokowi maupun pejabat negara yang namanya disebut-sebut, benar-benar tidak mengetahui adanya GPK PD, apalagi terlibat,” ucapnya.

Teuku Riefky Harsya menegaskan terkait alasan pemerintah bahwa GPK PD tersebut adalah hanya permasalahan internal Partai Demokrat semata, Partai Demokrat justru memiliki pandangan yang berbeda. Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa gerakan itu bukan hanya masalah internal Partai Demokrat. 

Fakta menunjukkan bahwa yang melakukan gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat (GPK PD), bukan hanya segelintir kader dan eks kader PD, tetapi benar-benar melibatkan pihak eksternal, dalam hal ini paling tidak KSP Moeldoko. Fakta juga menunjukkan bahwa yang dilakukan KSP Moeldoko bukan hanya sekedar mendukung GPK PD tersebut, tetapi yang bersangkutanlah yang secara aktif dan akan mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat yang sah.

“Sangat jelas bahwa GPK PD bukanlah hanya gerakan internal partai, atau hanya permasalahan internal partai semata," terangnya.

Teuku Riefky Harsya pun memberi contoh dalam sejarah di negeri kita pada tanggal 22 Juni 1996 dilaksanakan Kongres Luar Biasa Partai Demokrasi Indonesia (KLB PDI) di Medan, yang berhasil menurunkan dan mengganti Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai pimpinan PDI. 

"KLB tersebut juga bukan hanya permasalahan internal PDI atau konflik antara kubu Megawati dan kubu Suryadi, tetapi ada campur tangan dan pelibatan pihak eksternal, dalam hal ini elemen pemerintah,” tutur Teuku Riefky Harsya.

Menurut Teuku Riefky Harsya, jika tindakan Moeldoko dibiarkan dan dibenarkan, maka dengan kekuasaan yang dimilikinya sebagai pejabat negara telah melakukan gerakan untuk mengambil alih kepemimpinan partai secara paksa atau Hostile Taking Over" tentu sangat mencederai rasa keadilan di negeri ini.

Bagi para pengemban amanah rakyat, seperti Moeldoko yang menjadi pedoman seharusnya bukan hanya aspek hukum dan dimilikinya kekuasaan yang seolah bisa berbuat apa saja, tetapi harus juga mengindahkan aspek moral, etika dan keadilan. Baginya, jika gerakan semacam GPK PD ini dibiarkan dan dibenarkan (Justified) maka hal ini dapat menjadi contoh dan bisa saja mendorong pejabat negara manapun yang memiliki ambisi politik dan ambisi kekuasaan yang sangat besar, menempuh jalan pintas melakukan sesuatu yang menabrak etika politik, “the rule of law” dan “rules of the game”.

“Kalau hal begitu menjadi kultur dan kebiasaan, betapa terancamnya kedaulatan partai-partai politik di negeri ini, sekaligus betapa tidak aman dan rapuhnya kehidupan demokrasi kita,” sentilnya.

Dalam kasus GPK PD, tidak mungkin segelintir kader dan eks kader Demokrat tersebut berani dan sangat yakin gerakannya akan sukses jika tidak ada keterlibatan orang kuat dan dukungan dana yang besar untuk melakukan gerakan itu. Disamping mendengar langsung apa yang dijanjikan dan akan dilakukan oleh Moeldoko jika kelak menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, dari kesaksian sejumlah kader yang merasa dijebak, juga telah dibagikan dana awal sekitar 25 persen, sedangkan sisanya akan diberikan jika KLB selesai dilaksanakan, dan Moeldoko telah menjadi pemimpin baru.

Teuku Riefky Harsya kembali menegaskan jika semua ini membuktikan bahwa upaya pengambilalihan kepemimpinan PD oleh pihak luar itu nyata dan serius, karena uang sudah mulai digelontorkan dan Moeldoko sudah aktif melakukan pertemuan-pertemuan serta telah berbicara secara langsung dengan sejumlah kader Demokrat, baik pusat maupun daerah yang diajak bertemu dengannya.

“Gerakan dan tindakan seperti ini yang saudara Moeldoko juga aktif dan “Involved” secara langsung, bagaimana mungkin hanya dianggap sebagai permasalahan internal Partai Demokrat semata,” tegasnya.

Terkait persoalan ini, Teuku Riefky Harsya mengaku Partai Demokrat tetap bersyukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena telah diberikan tuntunan untuk segera bertindak, guna menyelamatkan kedaulatan dan kehormatan Partai.

“Jika Ketum AHY tidak cepat mengambil tindakan dan segera tampil menjelaskan kepada publik, meskipun dengan tetap menghormati Presiden Jokowi sebagai kepala negara, maka nasib kelangsungan hidup, dan masa depan Partai Demokrat, bisa menjadi lain,” ujarnya.

Teuku Riefky Harsya mengakui betapa sedihnya keluarga besar Partai Demokrat, jika upaya GPK PD ini benar-benar dilaksanakan, dan akhirnya menobatkan Moeldoko menjadi ketum yang baru, merebut dari tangan ketua umum hasil kongres yang sah dan demokratis.

“Apabila KLB ilegal tetap diselenggarakan, yang pasti tidak sesuai dengan Konstitusi Partai (AD dan ART), tidak mendapatkan persetujuan Majelis Tinggi Partai, dihadiri oleh mereka yang bukan pemegang suara yang sah, namun kemudian hasilnya dianggap sah dan segera disahkan oleh Kemenkumham, atau diresmikan oleh negara, tamatlah riwayat Partai Demokrat yang asli, yang ingin hidup dan berjuang secara baik-baik di negeri ini, sesuai dengan konstitusi, hak politik, tatanan demokrasi dan sistem yang berlaku,” sebutnya.

“Nasib Partai Demokrat juga akan malang, jika kemudian terjadi 2 kepengurusan, 2 ketua umum, yang kemudian dua-duanya dianggap tidak sah oleh negara. Jika skenario buruk itu terjadi, Partai Demokrat tentu tak lagi bisa berpartisipasi dalam Pemilu 2024 dan Pilkada mendatang,” imbuhnya.

Teuku Riefky Harsya juga mengapresiasi para kader Partai Demokrat yang telah melakukan deteksi dini dan lapor cepat kepada Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat. Hal ini membuktikan bahwa Partai Demokrat masih tetap solid dan terlahir sebagai partai ideologis yang menjunjung tinggi integritas dan kehormatan. 

"Itulah perwujudan atas apa yang disampaikan Ketum AHY sebagai kode etik keperwiraan dan jiwa seorang kesatria. Sekali lagi, kami bangga dengan seluruh Kader Partai Demokrat dimanapun berada,” ucap Teuku Riefky Harsya mengakhiri.

Seperti diberitakan sejumlah media, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Patrikno menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan membalas surat permintaan klarifikasi yang dikirimkan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.

Dia berdalih sikap itu diambil Jokowi lantaran klarifikasi yang dimaksud hanya menyoal dinamika internal partai berlambang bintang mercy itu sendiri.

"Kami rasa kami tidak perlu menjawab surat tersebut karena itu adalah dinamika internal Partai Demokrat. Itu adalah perihal rumah tangga internal Partai Demokrat yang semuanya sudah diatur di AD dan ART," kata Pratikno dalam keterangan di Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (4/2/2021).

Patrikno menyebut bahwa Istana telah menerima surat yang dilayangkan AHY beberapa waktu lalu. Bahkan surat itu diantar langsung oleh Sekjen Demokrat Teuku Riefky Harsya.(BB).