Hare Krishna Tak Sejalan Hindu Drestha Bali, Bendesa Agung Temui Kepala Kejati Bali

  07 Agustus 2020 SOSIAL & BUDAYA Denpasar

Bandesa Agung, Panyarikan Agung didampingi oleh Patajuh Bandesa Agung Bidang Kelembagaan, I Made Wena; Patajuh Bandesa Agung Bidang Keagamaan, I Gusti Made Ngurah; dan Patajuh Panyarikan Agung, I Made Abdi Negara; menemui Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Bapak Erbagtyo Rohan, SH. MH.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Tidak butuh waktu lama bagi Majelis Desa Adat (MDA) Bali untuk berupaya menuntaskan permasalahan silang pendapat perihal sampradaya, termasuk Hare Krishna yang secara teologi sangat berbeda dengan Hindu Drestha Bali, yang belakangan ini terus merebak dan diduga menimbulkan potensi gangguan ketertiban di kalangan Krama Adat Bali. 

Setelah mengeluarkan instruksi yang tegas melarang aktivitas Sampradaya, termasuk Hare Krishna berdasarkan Pasangkepan diperluas yang dihadiri oleh Prajuru Harian MDA Bali dan Bandesa Madya Kabupaten/Kota Se-Bali dan dipimpin langsung oleh Bandesa Agung, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet dan Panyarikan Agung, I Ketut Sumarta di Sekretariat MDA Bali.

Selanjutnya dipublikasikan pada Kamis (6/8), Bandesa Agung, Panyarikan Agung didampingi oleh Patajuh Bandesa Agung Bidang Kelembagaan, I Made Wena; Patajuh Bandesa Agung Bidang Keagamaan, I Gusti Made Ngurah; dan Patajuh Panyarikan Agung, I Made Abdi Negara; menemui Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Bapak Erbagtyo Rohan, SH. MH., yang didampingi jajaran Kejaksaan Tinggi Bali pada Jumat (7/8) di Kantor Kejaksaan Tinggi Bali, Renon, Denpasar. 

Bertempat di ruangan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, pertemuan yang sekaligus menyerahkan tembusan surat yang ditujukan kepada Jaksa Agung tersebut, bertujuan untuk menindaklanjuti intruksi MDA Bali sesuai kewenangan yang dimiliki oleh MDA Bali sesuai Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali, Paruman Agung Tahun 2019 dan Anggaran Dasar MDA Bali kepada Desa Adat dan membahas surat MDA Bali kepada Jaksa Agung. 

Bandesa Agung, dalam kesempatan ini menjelaskan dasar intruksi dan surat kepada Jaksa Agung dalam upaya mengakhiri silang pendapat tentang sampradaya, termasuk Hare Krishna yakni teologi yang sangat berbeda antara sampradaya, termasuk Hare Krishna dengan Hindu Drestha Bali yang menjadi pondasi utama keberadaan Desa Adat di Bali yang telah rajeg selama ribuan tahun.

Instruksi tersebut melarang sampradaya, termasuk Hare Krishna untuk melaksanakan kegiatan di Pura Kahyangan Tiga, Pura Dang Kahyangan atau Kahyangan Jagat di wewidangan Desa Adat, Padruwen Desa Adat dan fasilitas umum di wewidangan Desa Adat. 

Selain itu, MDA dalam instruksinya juga mendorong peran aktif Desa Adat untuk mendata sekaligus menginventarisasi keberadaan sampradaya, termasuk Hare Krishna di wewidangan masing-masing dan selanjutnya memantau, mencegah/melarang penyebaran ajaran sampradaya, termasuk Hare Krishna kepada Krama Adat dan Krama Tamiu, yang tidak sesuai dengan ajaran Hindu Drestha Bali di wewidangan Desa Adat masing-masing.

Selain menegaskan secara teologis dan ritual yang sangat berbeda, Bandesa Agung juga menegaskan Hare Krishna banyak melakukan pelanggaran pelanggaran yang mendasar, seperti tidak menghormati etika antar keyakinan yang berbeda, ungkapan ungkapan yang menyudutkan Upacara Hindu Bali, Drestha Desa Adat, serta secara massif menyebarkan misi keyakinan Hare Krishna di tengah tengah umat Hindu Bali, di sekolah, serta melakukan manipulasi ajaran – ajaran Hindu yang dikonversi ke dalam ajaran Hare Krishna.   

Ida Panglingsir Agung berharap dengan pertemuan dan koordinasi yang dilakukan setelah proses penerbitan instruksi, dapat segera meredam situasi, mengakhiri silang pendapat, sekaligus menuntaskan permasalahan yang terjadi sehingga krama adat Bali dapat kembali fokus pada upaya membangun kerukunan, ketertiban di kalangan masyarakat Bali.  

Patajuh Bandesa Agung Bidang Kelembagaan, DR. I Gusti Made Ngurah menambahkan, selain secara umum, diduga adanya penyebarluasan Bhagavadgita versi Hare Krishna yang juga meresahkan umat Hindu Bali dan secara umum Umat Hindu Nusantara, yang patut menjadi atensi bersama. 

Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, dalam sambutan beliau menyambut baik dan mendukung komitmen untuk ikut serta dengan MDA Bali dalam upaya untuk menjaga ketertiban masyarakat khususnya Krama Adat di Bali serta situasi yang kondusif di Bali.

Secara khusus Kepala Kejaksaan Tinggi Bali yang dikenal ramah dan murah senyum ini, juga menjelaskan bahwa peran Kejaksaan Tinggi Bali dengan ruang lingkup di Provinsi Bali, memiliki peran bersama-sama melakukan pengawasan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ancaman ketertiban dan situasi yang membuat suasana tidak kondusif. 

Kepala Kejaksaan Tinggi juga secara tegas menyatakan keprihatinan atas permasalahan yang terjadi dan menugaskan organ internal Kejaksaan untuk terus bergerak dalam ruang lingkup kewenangan yang dimiliki untuk melakukan pendalaman dengan berbagai komponen terhadap permasalahan yang terjadi agar tidak terus berlarut.

Dalam kesempatan ini, Kepala Kejaksaan Tinggi juga meminta kajian-kajian pendukung atas apa yang menjadi dasar permasalahan ini kemudian merebak sebagai dasar untuk melakukan tindaklanjut sesuai kewenangan Kejaksaan Tinggi Bali.(BB).