Waduh! Covid-19 Masih "Mengancam", Posko Penanganan Covid Desa Justeru Dibongkar Perbekel

  02 Juni 2020 PERISTIWA Jembrana

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jembrana. Penyebaran covid di Bali belum bisa dibilang aman ataupun berhenti, justru sebaliknya menunjukan peningkatan. Namun sejumlah desa di Kecamatan Mendoyo justru telah dibongkar dan mencabut posko penanganan covid.

BACA JUGA : Sulit Dapatkan Surat Hasil Rapid Tes, Supir dan Kernet Logistik Jawa-Bali Dongkol

Diketahui sejumlah desa di Bali, termasuk di Jembrana, pasca covid-19 merebak seluruhnya membuat posko penanganan covid di pintu-pintu masuk desa bersama dengan desa adat. Posko ini dijaga sejumlah petugas gabungan yang diambil dari unsur desa dan Pecalang.

Tugasnya adalah antisipasi penyebaran covid di desa. Mengarahkan dan mengingatkan warga yang keluar masuk desa agar selalu memakai masker dan mengikuti anjuran pemerintah. Termasuk penyemprotan cairan disinfektan dan tugas lain yang berkaitan dengan penanganan covid-19.

Namun belumlah aman dari ancaman covid, sejumlah desa di Jembrana justru ramai-ramai membongkar dan mencabut posko penanganan covid. Bahkan posko penanganan covid tersebut telah dicabut sejak dua hari lalu.

Salah satunya posko penanganan covid-19 di Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Sejak dua hari lalu sejumlah posko yang ada di desa tersebut dicabut. Bukan saja tidak ada petugas yang jaga, namun bangunan poskonya sudah tidak ada. Sehinga warga desa ataupun warga luar desa sangat bebas lalu lalang tanpa ada yang mengawasi.

BACA JUGA : Waduh! Selain Dokter Kini Suami, Mertua dan Iparnya Dinyatakan Positif Covid-19

Perbekel Yehembang Kauh I Komang Darmawan dikonfirmasi melalui telpon sore tadi membenarkan semua posko penanganan covid di desanya dicabut. Namun menurutnya itu sifatnya sementara untuk dilakukan evaluasi.

"Sejak dua hari lalu posko kita cabut sementara untuk kita lakukan evaluasi," terangnya, Selasa (2/6/2020).

Evaluasi tersebut terkait dengan anggaran yang selama ini anggarannya sangat memberatkan karena ada 7 posko yang ada di desanya. Sementara 1 posko dijaga oleh dua atau tiga petugas. Tentunya ini memerlukan biaya yang tidak sedikit.

"Ini yang kami evaluasi dan kami akan rapatkan di desa, jika memang hasil evaluasi posko itu sangat penting pasti kami akan buka lagi. Kalau saya pribadi menilai posko itu mubazir karena yang keluar masuk warga itu-itu saja. Sementara anggaran yang disedot cukup tinggi," ujarnya.

Diawal posko penanganan covid berdiri, desa sempat memberikan insentif kepada petugas jaga, namun kemudian ada intruksi tidak dibenarkan memberikan insentif. Kemudian menurutnya insentif untuk petugas jaga diganti dengan pemberian makan dan minum dengan hitungan setengah-setengah dengan desa pakraman (desa adat).

"Jika kami hitung-hitung, anggaran yang dikeluarkan dari desa untuk 7 posko penanganan covid di desa kami tiap bulannya tiga puluh juta rupiah, jumlah ini khusus dari desa, kami tidak tahu dari desa pakraman berapa jumlahnya. Sekarang sudah berjalan dua bulan setengah. Coba saja dihitung junlah anggarannya, makanya kami cabut sementara untuk dievaluasi," tutupnya.(BB)