Perbekel Pusing Cairkan BLT, Tamba: Gubernur dan Bupati Kapan Bantu Rakyat, Apa Nunggu Pilkada?

  06 Mei 2020 TOKOH Jembrana

Tokoh masyarakat Jembrana I Nengah Tamba yang juga Bakal Calon Bupati Jembrana

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jembrana. Ditengah Pandemi Virus Corona atau Covid-19 seperti saat ini membuat Kepala Desa atau Perbekel di Bali kini "pengeng" ibarat "telur diujung tanduk". Pasalnya, para Kepala Desa atau Perbekel kini harus merealokasi atau mengubah anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) agar ada dana yang bisa dialihkan untuk membantu penanganan Covid-19.

Apalagi kini realokasi anggaran di tingkat Desa untuk penanganan Covid-19 ini wajib disalurkan dalam bentuk Padat Karya Tunai Desa dan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-Dana Desa). Sementara jangka waktu penyaluran BLT bisa dilakukan selama tiga bulan terhitung sejak April 2020 hingga Juni 2020. 

Adapun besaran BLT Dana Desa per bulan Rp 600 ribu per keluarga, sehingga satu keluarga bisa total menerima BLT Rp 1,8 juta selama untuk tiga bulan. BLT Dana Desa untuk penanganan Covid-19 ini telah tertuang di dalam Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes PDTT) Nomor 6 Tahun 2020 dimana penanggung jawab penyaluran BLT ini adalah Kepala Desa atau di Bali biasa disebut Perbekel.

Terkait hal ini, Tokoh masyarakat Jembrana I Nengah Tamba memandang bahwa saat ini menjadi kondisi yang dilematis bagi Kepala Desa atau Perbekel dengan adanya kewajiban melakukan realokasi untuk penyaluran BLT Dana Desa ini.

"Banyak Perbekel yang mengaku pengeng harus mengubah APBDes. Tapi ini memang wajib dilakukan untuk kemanusiaan, tapi memang tidak mudah," kata Tamba kepada awak media.

Berdasarkan salinan Permendes PDTT Nomor 6 Tahun 2020, Tamba yang juga Bakal Calon Bupati Jembrana ini menjelaskan khusus untuk BLT, Kemendes PDTT telah menerapkan mekanisme alokasi dan penyalurannya. Pertama, untuk desa yang menerima Dana Desa Rp 800 juta mengalokasikan BLT maksimal sebesar 25 persen dari jumlah Dana Desa atau sekitar Rp 200 juta.

Kedua, untuk Desa yang menerima Dana Desa Rp 800 juta hingga Rp 1,2 miliar mengalokasikan BLT maksimal 30 persen atau sekitar Rp 240 juta hingga Rp 360 juta. Dan yang ketiga, bagi desa yang menerima Dana Desa Rp 1,2 miliar mengalokasikan BLT maksimal 35 persen atau mencapai Rp 420 juta.

Politisi Demokrat asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana ini menilai banyak persoalan bisa muncul khususnya terkait jumlah penerima BLT hingga kriteria apa yang digunakan menentukan penerima BLT dana Desa ini. Dalam Pasal 8A Ayat (2) Permendes PDT ini disebutkan penanganan dampak pandemi Covid-19 dapat berupa BLT-Dana Desa kepada keluarga miskin di Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  

Sementara pada 8A Ayat (3) disebutkan bahwa keluarga miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menerima BLT-Dana Desa merupakan keluarga yang kehilangan mata pencaharian atau pekerjaan, belum terdata menerima Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan kartu pra kerja, serta yang mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis.

"Mengacu pada Pasal 8A Permendes itu sebenarnya kriteria sudah jelas. Tapi permasalahannya sekarang kalau mengacu kesana, tentu jumlah warga yang berhak menerima BLT Dana Desa ini bisa lebih besar dari kemampuan anggaran Dana Desa," jelas Tamba.

Tamba pun merinci dan memberikan hitungan-hitungan bagaimana proyeksi BLT Dana Desa ini dan potensi masalah yang bisa timbul. Ia pun memberikan contoh dimana suatu desa mendapatkan Dana Desa Rp 800 juta artinya adalah maksimal Rp 200 juta yang bisa dialokasikan untuk BLT Dana Desa. Jika angka Rp 200 juta ini dibagi  Rp 1,8 juta hak untuk satu keluarga mendapatkan BLT Dana Desa selama tiga bulan maka jumlah keluarga yang bisa terjangkau dari BLT Dana Desa ini hanya 111 keluarga.

"Pertanyaannya bagaimana jika sebenarnya jumlah warga yang berhak menerima BLT Dana Desa ini lebih dari rumah itu, misal dua kali lipat atau bahkan tiga atau empat kali lipat?," ungkap Tamba.

Permendes terbaru ini, lanjut Tamba, mengamanatkan desa yang memiliki jumlah keluarga miskin yang lebih besar dari anggaran yang diterima, bisa mengajukan penambahan setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah Kabupaten/Kota.

"Menurut saya warga miskin atau yang terdampak pandemi Covid-19 dan membutuhkan bantuan yang belum ter-cover BLT Dana Desa menjadi kewajiban Pemerintah Kabupaten/Kota hingga Pemerintah Provinsi. Anggaran sudah ada dan tunggu apa lagi untuk menyalurkannya," sentil Tamba.

Mantan Anggota DPRD Bali dua periode ini pun meminta Bupati/Walikota se-Bali hingga Gubernur Bali melalui instansi terkait melakukan pendampingan dan mengkoordinasikan mekanisme pendataan masyarakat yang berhak menerima BLT Dana Desa ini pada tahap penyaluran. Apalagi hal ini dirasakan memang agak rumit dan cenderung berpotensi menimbulkan konflik sosial dan kecemburuan sosial di desa. 

Menurut Tamba, tidak menutup kemungkinan Perbekel yang saat ini sudah "pengeng" merombak APBDes bisa saja menjadi sasaran bulan-bulanan dan "di-bully" oleh warga yang merasa berhak mendapatkan BLT Dana Desa tapi malah tidak mendapatkannya.

"Konflik jangan dipindahkan ke desa. Bupati/Walikota dan Gubernur Bali, jangan jadikan Perbekel sebagai tameng, jangan lepas tangan. Kasihan Perbekel kalau nanti jadi sasaran 'bully' warga, sedangkan Bupati/Walikota dan Gubernur Bali lepas tangan. Harusnya, Bupati/Walikota atau Gubernur yang bertanggung jawab segera menyalurkan bantuan juga dari realokasi APBD," ucap Tamba.

Bakal Calon Bupati Jembrana dengan slogan Jembrana Kembali Jaya (JKJ) ini juga menyoroti Pemkab Jembrana yang dinilai lamban menyalurkan bantuan ke masyarakat dan banyak pengaduan dari relawan JKJ.

"Jangan sampai menunggu rakyat kelaparan atau mekente. Jangan juga tunggu dekat Pilkada baru salurkan bantuan. Harusnya kedepankan kemanusiaan, jangan pikirkan kepentingan politik dulu," tegas Tamba.

Tamba juga mengaku heran dengan lambatnya gerakan Pemkab Jembrana menyalurkan bantuan ke masyarakat mengingat anggaran realokasi sudah ada. 

"Penyisiran anggaran sudah tapi kok lambat cairnya?. Apa nunggu rakyat sudah berjatuhan atau nunggu mendekati ajang Pilkada? Kapan cair untuk rakyat. Jangan ditahan-tahan sampai menunggu Pilkada. Jangan menunggu sampai Perbekel didemo," kata Tamba mengingatkan.

Masih ingat dalam benak Tamba terkait kejelasan janji-janji bantuan skema Jaring Pengaman Sosial dari Gubernur Bali Wayan Koster yang hingga kini belum ada kejelasan penyalurannya ke masyarakat.

"Gubernur tunggu apalagi kalau mau bantu rakyat. Jangan hanya bisa keluarkan surat himbauan dan buat Pergub," kritik Tamba.

Tamba pun menagih janji Gubernur Bali yang menyebutkan penanganan dampak Covid-19 terhadap masyarakat dalam bentuk Jaring Pengaman Sosial disiapkan pagu anggaran sebesar Rp 261 miliar untuk dua Skema. 

Sementara Skema Pertama, penanganan dampak COVID-19 terhadap masyarakat miskin berbasis Desa Adat berupa Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) dengan pagu anggaran sebesar Rp 149 miliar. Skema Kedua untuk penanganan dampak COVID-19 terhadap masyarakat miskin dianggarkan sebesar Rp 112 miliar untuk lima Paket. 

"Pertanyaannya sekarang, kapan itu semua dicairkan untuk rakyat," tegas Tamba mengakhiri.(BB).