Generasi Bali Masa Depan, Mengukir Prestasi atau Berpolitik?

  10 Juli 2019 OPINI Nasional

ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Nasional. Bali akan jatuh miskin bila tidak segera membangun keunggulan sumber daya manusia (SDM)nya.  Bali tidak punya kekayaan alam yang berlimpah. Kalaupun punya, tak mungkin dieksploitasi karena itu akan merusak alam dan ekosistem di Bali. Sementara pemandangan alam Bali yang eksotik juga sebenarnya tidak beda-beda jauh dengan bentang alam di daerah lain. 
 
 
Pemandangan alam Bali tidak kompetitif, terlebih karena isu plastik dan sampah di tempat wisata di Bali.  Bali tidak juga akan makin sejahtera bila jumlah anaknya minimal jadi 4 lagi. Bahkan Bali akan makin miskin bila tata-cara mencetak SDMnya tidak ditata ulang. Bali harus serius membangun SDMnya untuk mengulang kembali kesuksesannya sebagai masyarakat yang makmur, damai dan sejahtera.
 
Kesejahteraan Bali dimulai dari pengelolaan tanah, air dan udara yang terintegrasi. Konsep Tri Hita Karana sudah ada sejak dulu sehingga banyak lingkungan tanah, air dan udara menjadi tenget, sakral dan dikelola adat. Ancaman kemiskinan Bali dan ketakutan orang Bali hidup miskin telah membuat harta tanah, air dan udara yang ada dijual. 
 
Orang Bali semakin lupa dengan kekayaan agama, seni dan budayanya sebagai modal kesejahteraan masyarakat Bali. Agama, seni dan budaya Bali adalah asset yang tak tampak (intangible assets). Salah satu bentuk produk dari intangible asset adalah tarian, ukiran, lukisan, musik, arsitektur dan adat tradisi. Produk itu menjadi laku keras karena dikemas sebagai jasa pariwisata. Segala hal yang ber-merk Bali dan didesain dengan nuansa Bali selalu laris. 
 
Kenyataannya, banyak tangible asset Bali dijual oleh orang Bali karena berbagai alasan. Alasan selalu bisa dibuat. Namun, ketika tangible asset berpindah tangan, maka orang Bali tidak lagi punya kuasa atas intangible asset yang dimilikinya. Dulu, harga produk seni dan apresiasi kepada seniman sangat tinggi. Kini, produk kesenian dan apresiasi kepada seniman begitu rendah. 
 
Dulu, orang Bali bisa kaya dengan beragama, berkesenian dan berkebudayaan karena mendatangkan orang untuk belajar peradaban. Kini, orang Bali berusaha berhemat dalam berkegiatan keagamaan, berkesenian dan berkebudayaan. Investasi dan harga tarian, ukiran, lukisan, musik, arsitektur dan adat tradisi kini jadi sangat mahal. Sedangkan harga jualnya relatif murah.
 
Sumber Daya Manusia Unggul
 
Unit-unit produksi dan jasa pariwisata terpaksa bersaing mengeksploitasi agama, seni dan budaya Bali hingga ke wilayah paling pribadi. Orang Bali terjebak untuk memelihara mental kemiskinan. Orang tidak miskin menjadi takut miskin. Orang waras jadi mikir orang miskin. Orang miskin makin keras bekerja dan berusaha, dan menyalahkan kaum pendatang. Orang Bali menjadi pelayan di semua hotel, restaurant dan kapal di Bali. 
 
Kemiskinan adalah penyebab utama kerusakan sumber daya manusia (SDM) Bali. Namun, orang Bali perlu mencermati bahwa wisatawan luar negeri tidak hanya mendatangkan devisa, tetapi juga potensial berbagi pengetahuan dan kebudayaan untuk memperkaya peradaban Bali. 
 
 
Bali harus tetap bersyukur. Dulu, ada banyak sekali orang Bali yang sadar bila Bali masa depan bukan lagi masa depannya. Mereka lalu menyekolahkan anak-anak mereka dari hasil olah intangible asset yang dimiliki. Padi, palawija, ikan, bunga, hasil tani dan hasil kebun berkualitas yang menjadi produk domestik masyarakat subak telah menjadi bukti betapa orang Bali sangat ahli dalam mengelola intangible asetnya. 
 
Hasil penjualannya menjadikan anak-anak mereka bisa sekolah di luar Bali. Dengan kesejahteraan seperti itu, masyarakat menjadi mampu berkegiatan keagamaan, kesenian dan kebudayaan. Agama, seni dan budaya Bali menjadi dikenal masyarakat Nusantara dan dunia.
 
SDM Bali di luar Bali banyak yang sukses, menjadi taksu peradaban di masyarakat tempat mereka tinggal atau bekerja. Ada penemu teknologi Sosrobahu Cok Raka Sukawati, ada pematung I Nyoman Nuarta, ada penulis Putu Wijaya, ada pelukis I Nyoman Gunarsa, ada pemusik Dewa Bujana, ada ahli membran I Gede Wenten, dan banyak lagi lainnya. Mereka punya intangible asset yang menjadikan mereka disegani. Berbagai penghargaan mereka peroleh tanpa perlu bersaing atau bertanding.
 
Kontestasi Berpolitik Yang Terukur
 
Bagaimana dengan SDM Bali di Bali? Sangat memprihatinkan. Kemiskinan makin tampak karena tipisnya paham keagamaan, kesenian dan kebudayaannya. Kemiskinan telah memicu saling curiga antar sesama orang Bali. Karakter orang-orang miskin yang harus selalu bersaing bila ingin bertahan hidup telah tumbuh di Bali. Orang miskin bercita-cita menjadi pemenang dalam persaingan. Karena pemenang pasti akan hidup enak, walaupun untuk sesaat. Padahal orang Bali jaman dulu jauh dari budaya bersaing karena mereka kaya. Subak, gamelan berbagai macam, keberadaan berbagai pura dengan fungsi spesifik dan dijunjung bersama adalah bukti bahwa orang Bali dulu sangat kaya.  
 
Kini, banyak orang Bali mengedepankan persaingan. Mereka berlomba untuk eksis, walaupun untuk itu harus keluar biaya sangat mahal. Mereka berlatih keras dan menyingkirkan sebanyak mungkin pesaing atau lawan untuk menjadi juara. Orang Bali kini lebih tertarik berpolitik. Karena berpolitik memberikan harapan perolehan kekuasaan. Persaudaraan dan paiketan nyama Bali tercederai pada setiap perhelatan politik. Semakin dalam berpolitik, semakin banyak asset yang harus digadaikan bahkan terjual. 
 
 
Berbeda dengan perolehan apresiasi dan penghargaan yang tidak diperoleh dengan berlatih dan berlomba. Bali tidak perlu menang-menangan untuk mendapat perhatian dunia, lalu berharap menjadi juara beragama, berkesenian maupun berkebudayaan. Apresiasi dan penghargaan Bali pernah dimenangkan Bali hanya dengan cara berkontes. 
 
Bali berkontes dengan melakukan sebanyak mungkin kebaikan dengan hasil dan capaian yang baik pula. Apresiasi dan penghargaan Bali diperoleh dengan kemenangan tanpa mengalahkan, tanpa perlu mengerahkan pasukan. Dulu Bali adalah sekumpulan orang-orang yang biasa berbuat baik. Orang-orang baik adalah karakter dari orang-orang kaya secara intelektual. Karakter kaya itu cenderung meleleh karena orang Bali sudah lebih banyak mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok atau soroh. 
 
Soliditas politik Bali hendaknya ditata dengan filosofi dan sikap politik yang tidak berdasarkan kekuasaan dan kepemilikan harta, tetapi politik yang berbasis kepentingan yang spesifik dan terukur sesuai ajaran Artha Sastra. Bali harus berpolitik cerdas dengan mengedepankan kontestasi peran di Indonesia.
 
Pendidikan Bali Untuk SDM Dunia
 
Di Institut Teknologi Bandung ada putra Bali bernama Prof. Dr. Ir. I Gede Wenten dari ITB dengan kisah hidup yang sangat menarik. Dia dulunya adalah anak buruh nelayan di Desa Pengastulan Buleleng. Bagaimana mungkin seorang anak dari keluarga yang direken miskin kejumput. 
 
Setelah tamat SMA tanpa motivasi untuk menjadi sang juara akhirnya menjadi mahasiswa ITB di Bandung pada tahun 1982. Dengan kegigihannya, takdir akhirnya mengantarkan beliau menjadi Guru Besar dengan reputasi yang sangat membanggakan. Sebagai Guru Besar ITB saat ini, dia banyak memoles SDM Indonesia dari berbagai suku, agama dan asal-usul. Putra Bali sekalibernya di luar Bali dan di luar negeri masih banyak.
 
Bagaimana dengan Bali? Bisakah Bali menciptakan lebih banyak lagi SDM-SDM hebat seperti Prof. Dr. Ir. I Gede Wenten? Bali sebenarnya adalah tempat yang sangat baik untuk membangun SDM. UNUD, Undiksha, UNHI, dan berbagai Universitas lainnya potensial dibesut menjadi perguruan tinggi selevel universitas terbaik di Singapura. 
 
Syaratnya mudah yaitu jangan minder dan jangan merasa miskin. Bali harus mereinvestasi balik sebanyak mungkin dari penghasilan pariwisatanya untuk pembangunan dan akumulasi intangible asset. Bali hendaknya membangun sejumlah perguruan tinggi dengan keunggulan kompetensi yang spesifik dan kemudian disegani karena kinerjanya yang setara dengan universitas klas dunia. 
 
 
Seyogyanya Bali mulai berpikir ulang untuk menambah intangible asset-nya, dengan menguatkan modal agama, seni dan budaya yang sudah dimiliki dengan muatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bali harus mengubah visi, misi dan strategi sejumlah perguruan tingginya untuk menjadi universitas terbaik dunia sedemikian sehingga berbagai ahli dan mahasiswa dari belahan dunia datang ke Bali. 
 
Strategi perguruan tinggi yang unggul dengan fokus pembangunan SDM demikian, bukan hanya untuk Indonesia, tetapi juga dunia, sambil sekaligus meningkatkan kualitas pariwisata Bali dan SDM Bali. Strategi keunggulan berbasis kekuatan intelektual SDM menjadi strategi inti negara-negara maju saat ini.
 
Mengapa semua perguruan tinggi di Bali tidak mempunyai daya saing yang kompetitif? Padahal di luar sana, banyak putra Bali yang berprestasi. Bali harus fokus membenahi SDMnya dengan menyadari kembali jati dirinya sebagai masyarakat yang kaya-raya. 
 
Orang kaya selalu punya kesediaan untuk membagikan kebaikan demi kebaikan. Karena kebaikan lah manusia itu diapresiasi dan dihargai. Sebaliknya, masyarakat yang miskin akan cenderung berpolitik dalam memperjuangkan kepentingannya. Mereka akan cenderung berlatih keras dan mengorbankan banyak hal untuk memperoleh gelar juara. (BB) 
 
 
Penulis : Gede Bayu Suparta