Biar Bertobat, Tokoh Bali Sarankan Pelaku Pedofil Diberi Sanksi Sosial "Kasepekang"

  11 Maret 2019 OPINI Denpasar

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Tokoh dan budayawan Bali yang juga Pinisepuh Perguruan Sandhi Murti I Gusti Ngurah Harta menyarankan agar pelaku kekerasan terhadap anak seperti pedofil lebih baik dikenakan sanksi sosial berupa 'kasepekang' (dikucilkan) daripada di penjara.
 
 
"Pelaku seperti itu lebih tepat dikenakan sanksi 'kasepekang' yang hasilnya bisa membuatnya bertobat," saran Ngurah Harta usai menghadiri pertemuan terkait masalah kekerasan terhadap anak, Senin (11/3) di Kantor BP3A Provinsi Bali Jalan Melati 23 Denpasar.
 
Bagi pria yang akrab dipanggil Turah ini pengenaan hukuman fisik dengan membawanya ke LP (Lembaga Pemasyarakatan) dinilai kurang tepat, karena bukan membuat pelaku bertobat.
 
"Kita tak ingin kasus ini, seperti narkoba, apalagi sampai masuk penjara. Sebab keluar dari sana bisa tambah parah. LP bukan tempat berobat, justeru penyakitnya makin berkembang," tegas Ngurah Harta.
 
Sehingga solusinya, lanjut Turah, harus ada edukasi yang melibatkan pakar dan ini harus serius serta kerja keras untuk itu. Terkait soal kasus dugaan pedofil, Turah mengaku beberapa waktu lalu memang ada sejumlah anak dari ashram yang sempat ditampung di rumahnya.
 
 
"Tapi anak anak itu cuma melaporkan diperlakukan dengan kata-kata kasar, tak ada kekerasan," jelasnya. 
 
Meski demikian bila nantinya ada anak yang mendapat perlakuan tidak senonoh, ia siap akan mendampingi untuk mendapatkan penanganan semestinya.
 
Ket Foto: LBH APIK Bali Luh Putu Anggreni
 
Sementara Luh Putu Anggreni dari LBH APIK Bali yang juga mantan Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Bali mengatakan kasus yang menghangat kembali ini merupakan peristiwa pada tahun 2015 dimana ada beberapa anak  kabur dari ashram. 
 
"Saat itu tak ada laporan resmi, saya hanya terima dari LSM sehingga tak bisa menindaklanjutinya," dalihnya. 
 
Anggreni membantah jika ia tahun 2015 sengaja tidak melanjutkan kasus pedofil ini. Ia mengaku pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Polda Bali terkait kasus ini, cuma korbannya sulit diajak bersaksi. 
 
"Ada satu korban, tapi tak mau bersaksi. Jadi formalnya gak ada. Dan korbannya sudah dewasa. Saya kira saat itu anak-anak yang jadi korban," jelasnya.
 
 
Ket Foto: Aktivis Perlindungan Perempuan dan Anak Siti Safurah atau Ipung
 
Sedangkan Aktivis Perlindungan Perempuan dan Anak Siti Safurah yang akrab disapa Ipung mengatakan kejahatan seksual tidak boleh ditoleransi. "Kalau korban tak mau bicara, jangan korban dipaksa lapor. Tapi penyidik bisa proaktif mencari saksi fakta seperti laporan dari pihak yang tahu. Jadi saya harap kasus ini jangan ditutup begitu saja lantaran korban tak melapor," tegasnya.
 
Ipung membeberkan di Indonesia terdapat 1 dari 13 anak laki-laki jadi korban kekerasan seksual dan 1 dari 19 anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual.
 
"Pedofil ini kasus berbahaya karena itu penyakit yang bisa memakan korban orang terdekat kita. Jangan sampai karena pelaku seorang tokoh dibiarkan dan dilindungi, sementara korban dikesampingkan. Kalau pelaku pedofili ini dibiarkan maka korban akan terus bertambah," jelas Ipung mengingatkan.(BB).