RIP Perbarindo! Demi Loloskan Ketum Tiga Periode, AD/ART Dilanggar di Munas

  30 Oktober 2018 OPINI Denpasar

ilustrasi nett

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Musyawarah Nasional (Munas) X Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) 2018 yang digelar di The Sunan Hotel Solo, Senin (22/10/2018) belum lama ini tercoreng dan dinilai menjadi Munas terburuk serta paling otoriter sepanjang sejarah organisasi ini. 
 
 
Hal itu menyusul adanya upaya melanggar dan mengubah AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) demi meloloskan Ketua Umum (Ketum) Perbarindo dua periode Joko Suyanto untuk kembali terpilih ketiga kalinya.
 
Padahal, pada AD/ART jelas disebutkan jabatan ketua umum maksimal dua periode. Carut marut Munas Perbarindo kali ini pun memicu dua DPD (Dewan Pengurus Daerah)  yang notabene  sebagai pendiri Perbarindo melakukan tindakan WO (Walk Out).
 
"Sebagai anggota Perbarindo yang waras, cinta organisasi dan tidak kemaruk/haus kekuasaan (karena dalam AD/ART sudah mengatur batas waktu kepemimpinan), kami tidak mau menerima hasil Munas ini. Apa yang terjadi di Munas ini sudah dicoreng dengan label demokrasi tapi justru mencederai demokrasi itu sendiri," sentil salah satu peserta Munas yang juga pendiri Perbarindo Made Arya Amitaba, usai mengikuti Munas X di Solo.
 
 
Menurutnya, Joko Suyanto sebelum menjabat Ketua Umum untuk ketiga kalinya, sebelumnya menjabat sebagai Sekjen, dan 2 kali berturut turut menjadi Ketua Umum. Lalu dipaksakan pada Munas X di Solo ini menjadi Ketua Umum kembali dengan cara mengubah anggaran dasar Perbarindo pasal 14, ayat 2 dari masa jabatan 2 periode menjadi 3 periode.
 
"Hal-hal seperti ini jelas-jelas mencederai sistem pengambilan keputusan secara demokrasi dan kalau ini dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi organisasi ke depannya. Karena nantinya aturan bisa saja diubah tanpa mematuhi AD/ART," tegasnya.
 
Bagi Amitaba, lazimnya ketua selaku mandataris, dalam fungsinya harus melaksanakan AD/ART secara konsekwen karena pada saat terpilih wajib hukumnya mengawal AD/ART sesuai amanat Munas. Dan apa yang menjadi hak dan kewajiban baik pengurus dan para anggota harus dijamin RES dan ORDE. 
 
Ket foto: Pendiri Perbarindo, Made Arya Amitaba (kanan jas hitam )
 
"Tetapi yang terjadi sekarang di Perbarindo adalah RIP (rest in peace) bagi anggota lain yang tidak se-ide dan sepaham," ucap Amitaba menyayangkan.
 
Amitaba memandang, eforia demokrasi yang kebablasan terlihat dengan adanya intrik dan trik yang tidak memperhitungan logika hukum, keseimbangan hukum dan asas keadilan serta persamaan hak. Sebagai organisasi yang melindungi dan mengayomi 1.560 BPR seluruh Indonesia, Perbarindo seharusnya bisa menjadi wadah yang acountable menjunjung tinggi kode etik serta prinsip hukum positif dan norma kewajaran dalam berorganisasi dengan melaksanakan sepenuhnya amanat AD/ART.
 
Bukan sebaliknya karena kepentingan pribadi dan atau kelompok lalu menghalalkan segala cara, melakukan praktek-praktek yang di luar kelaziman. Seperti adanya kecurangan secara sistematis dan masif untuk melanggengkan kekuasaan dan menjadi penguasa yang absolut dengan mengenyampingkan prinsip demokrasi. 
 
 
"Ujung-ujungnya menciptakan tirani kekuasaan, anggota diurus sebagai sapi perahan dan menjadi objek kepentinggan sesaat. Bukan menjadi subjek. Dan ini menjadi keprihatinan yang sangat krusial dalam berorganisasi," sesal mantan Ketua Perbarindo Bali ini.
 
Keprihatinan itu terjadi dengan cara mencederai keadilan serta tidak mempertimbangkan penggelolaan yang baik atau GCG (Good Corporate Governance). Padahal itu adalah hal yang hakiki dalam organisasi guna kepentingan bersama bukan sepihak. Hal lain yang dianggap penting berupa kewenangan Dewan Pengawasan harus diatur lebih strategis dan rinci di dalam AD/ART agar bisa menjamin hadirnya tata kelola organisasi yang baik di perkumpulan Perbarindo.
 
Amitaba berharap kedepan Perbarindo benar-benar harus memperjuangkan aspirasi dan keadilan bagi anggota dengan cara hak-hak anggota harus menjadi prioritas dan suatu keniscayaan, dengan cara merombak dan merestorasi unsur-unsur kepentingan bersama yang menjadi norma dasar dalam pengaturan jalannya organisasi dengan merumuskan kembali AD/ART yang baik, pro keadilan. 
 
Ia mencontohkan dalam penjaringan balon (bakal calon) dan pengusulan perubahan AD/ART ada tenggang waktu yang cukup sebelum Munas, ada spare waktu serta wajib melakukan verifikasi sesuai amanat AD/ART agar tidak tiba-tiba merubah AD/ART untuk kepentingan seseorang atau kelompok hanya sesaat. Padahal itu secara prinsip dan logika hukum sebetulnya sudah menyalahi dan hal itu bisa dilihat dari pengkajian yang komprehensif dengan mempertimbangkan teori dan logika hukum oleh ahli.(BB).