Obati Gangguan Jiwa di RS Kurang Maksimal, Prof. LK Suryani: Bisa Libatkan 'Balian' di Rumah

  23 Mei 2018 OPINI Denpasar

ilustrasi nett

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Psikiater ternama, Prof. Luh Ketut Suryani memandang selama ini pola penanganan penderita gangguan kesehatan jiwa dengan menempatkannya di rumah sakit jiwa atau tempat rehabilitasi dinilai kurang memberikan hasil maksimal. 
 
 
"Bagaimana masyarakat atau keluarga bisa menerimanya setelah keluar dari perawatan?. Mestinya penderita (gangguan kesehatan jiwa) dirawat di rumahnya dengan melibatkan keluarga, lingkungan termasuk aparat di desa agar penderita tak sampai terasing," kata Prof. LK Suryani di Denpasar, Rabu (23/5/2018).
 
Pendiri Suryani Institue for Mental Health (SIMH) itu mengaku berdasarkan data tahun 2009 tercatat ada 9 ribuan penderita gangguan jiwa. Jumlah itu naik dari sebelumnya sekitar tujuh ribu dan yang baru tertangani sekitar 350 orang. Bila dilihat jumlah penderita yang begitu banyak, Prof LK Suryani menjelaskan akan dibutuhkan banyak rumah sakit sehingga hal itu menurutnya sangat tidak mungkin. 
 
"Apalagi ada rencana Dinas Sosial untuk membangun tempat rehabilitasi bagi penderita ini. Hal ini saya tolak sebab tidak memberi solusi yang tepat," jelas Prof LK Suryani seraya berbicara terkait rencana kegiatan 'Run Across Bali for Mental Health', sebuah gerakan untuk menyuarakan kepedulian pada posisi kesehatan jiwa melalui olahraga lari.
 
 
Prof LK Suryani memandang, perawatan penderita gangguan jiwa ini lebih tepat kalau dilakukan di lingkungan tempat tinggalnya dengan melibatkan keluarga, sekaa teruna atau volunter dan aparat di desa. Tentu mereka terlebih dahulu diberikan bekal pendidikan terkait perawatan sehingga bisa melaksanakannya dengan baik. 
 
 
Menurut Prof. LK Suryani masalah lain yang dihadapi penderita gangguan jiwa ini setelah menjalani perawatan di rumah sakit (RSJ) umumnya ketika dikembalikan ke lingkungan asalnya, sehingga hal itu penting kalau penderita kesehatan gangguan jiwa perawatannya bisa dilakukan di rumah masing-masing. 
 
"Model perawatan ini sudah diterapkan di Blahbatuh dan hasilnya jauh lebih bagus. Kalau harus di RSJ dengan jumlah penderita yang ribuan itu dimana anggarannya dan berapa RSJ yang harus dibangun," terangnya.
 
Prof. LK Suryani mengatakan keberadaan 'balian' (dukun) juga bisa dimanfaatkan. Menurutnya, di Bali banyak 'balian' yang bisa membantu penyembuhan para penderita gangguan jiwa. Seperti halnya para 'balian' dengan diperciki air suci biasanya penderita akan merasa tenang. 
 
 
Sementara itu, Henny Gorton, seorang guru Bahasa Inggris di IALF Denpasar yang akan melakukan 'Run Across Bali for Mental Health' dalam keterangannya mengatakan kegiatan lari yang diprakarsainya bertujuan untuk mensosialisasikan perlunya penanganan penderita gangguan jiwa dengan baik. Ia akan melakukan aksinya itu dengan berlari dari Kintamani hingga Uluwatu dengan menempuh jarak sekitar 125 km. 
 
Start akan diawali pada 1 Juni 2018 dari Kintamani dan finish 3 Juni di Uluwatu. Dalam aksinya itu, Henny akan diikuti puluhan ekspatriat dari sekitar 10 negara yang peduli dengan penderita gangguan jiwa serta sejumlah komunitas lainnya dari Singaraja dan sejumlah daerah lainnya.(BB).