Didaulat Sebagai Keynote Speaker, Pastika akan Bicara Masalah Kependudukan

  15 Agustus 2017 TOKOH Nasional

Humas Prov Bali

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

baliberkarya.com - Bali. Gubernur Bali, Made Mangku Pastika berpandangan kerukunan itu sangat relevan dengan kependudukan, apalagi menyangkut ideologi atau keyakinan. Hal ini selaras dengan rencana Forum Antar Umat Beragama Peduli Kependudukan dan Keluarga Sejahtera (FAPSEDU) yang akan melaksanakan Rakernas dan Workshop dengan tema Penguatan Peran Tokoh Agama dalam Peningkatan Kesejahteraan dan Pembangunan Kependudukan.

Sekretaris Jenderal FAPSEDU, Freddy Aritonang saat audensi, Selasa (15/8), menyatakan secara khusus mengundang Gubernur Bali sebagai pembicara utama pada acara Rakernas FAPSEDU, yang rencananya akan dilaksanakan pada 5-8 September mendatang. Gubernur Bali, Made Mangku Pastika menyambut baik rencana tersebut. Mengingat akhir-akhir ini semua orang mengaku Pancasilais. Namun sejauh mana pengamalan Pancasila itu baik secara pribadi, bermasyarakat dan bernegara. Karena Pancasila bukan hanya Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi sila-sila yang lainnya penting-penting semua.

Permasalahan mendasar adalah tentang kependudukan. Orang bisa rusuh itu biasanya karena ada kecemburuan sosial. Pertama karena ada kesenjangan yang kemudian menimbulkan kecemburuan. Kecemburuan menimbulkan keresahan dan keresahan akhirnya menimbulkan kerusuhan. “Jadi akarnya karena ada kesenjangan. Kesenjangan itu muncul akibat pengelolaan sumber daya manusia dan lainnya yang tidak benar. Intinya tidak ada keadilan,” jelas Pastika.

Pastika menambahkan, keadilan yang sesungguhnya ketika yang kuat menolong yang lemah, yang besar menolong yang kecil, yang mampu menolong yang tidak mampu. Kondisi ini yang sampai saat ini masih perlu diperbaiki. Sebagai contoh, Rumah Sakit Bali Mandara yang sedang dibangun saat ini diprioritaskan bagi masyarakat kurang mampu, bukan hanya bule saja. Dalam pendidikan, sekolah negeri menjadi favorit, dan seleksinya menurut NEM tinggi yang diterima. Sedangkan NEM yang tinggi pasti diraih anak orang yang mampu, karena terjamin gizinya, fasilitas belajarnya. Disisi lain, anak-anak kurang mampu dengan NEM rendah sekolahnya di swasta dan harus membayar mahal, sehingga akan semakin miskin. “Jadi, kalau kita bicara kerukunan umat, akarnya kesenjangan, tidak ada orang rukun kalau tidak adil,” kata Pastika.(BB)