(Perdagangan Ban Akan Lebih Sehat)

6 Perusahaan Ban Mobil Ini Terbukti Lakukan Kartel dan Didenda 30 Miliar

  18 Maret 2017 EKONOMI Nasional

istimewa

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Nasional. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutuskan bersalah enam perusahaan ban mobil karena telah terbukti melakukan kartel. 
 
 
Kartel adalah kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi. Berdasarkan hukum anti monopoli, kartel dilarang di hampir semua negara.
 
Keenam badan usaha itu telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan telah dikuatkan oleh keputusan Mahkamah Agung (MA). Keenam badan usaha itu kemudian didenda puluhan miliar rupiah diantaranya PT Bridgestone Tire Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia, PT Gajah Tunggal Tbk, PT Goodyear Indonesia Tbk, PT Elang Perdana Tyre Industry, dan PT Industri Karet Deli. 
 
Pasca keputusan itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) optimistis perdagangan ban di Tanah Air akan lebih sehat dan kompetitif. Apalagi, putusan KPPU terkait pelanggaran persaingan usaha di industri ban telah dikuatkan oleh Mahkamah Agung (MA).
 
Ketua KPPU, Syarkawi Rauf mengatakan putusan KPPU yang telah dikuatkan oleh putusan MA diharapkan dapat membuat pelaku usaha yang melakukan kartel jera. 
 
"Sehingga, seharusnya dapat menjadi kebangkitan pasar ban di Indonesia, konsumen pun kembali dapat menikmati harga yang kompetitif," ucap Syarkawi Rauf dalam keterangan tertulis yang dikirim ke Baliberkarya.com, Sabtu 18 Maret 2107.
 
 
Untuk diketahui, pada 7 Januari 2015 lalu, KPPU memutuskan 6 perusahaan ban di Indonesia itu bersalah dan terlibat kartel. Dalam fakta persidangan, investigator menemukan bukti bahwa keenam terlapor tersebut melanggar pasal 5 ayat 1 dan pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 
 
 
Dalam putusan ini, KPPU menghukum denda maksimal kepada seluruh terlapor, yakni masing-masing Rp 25 miliar. Selanjutnya, para terlapor mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri (PN). Pada Juli 2015, PN Jakarta Pusat menolak keberatan pemohon atau dengan kata lain menguatkan putusan KPPU. 
 
Namun demikian,  meskipun putusan KPPU dikuatkan oleh PN Jakarta Pusat yang diketuai oleh Sutarjo, S.H., M.H, serta anggota Dr. Syahrul Machmud, S.H., M.H., dan Marulak Purba, S.H., M.H., sanksi administrasi maksimal yang diberikan KPPU dikurangi menjadi total Rp 30 miliar. Hal ini bertujuan untuk menghindari kemacetan liquiditas serta adanya dampak lain semisal pemutusan hubungan kerja (PHK).
 
Atas keputusan PN ini, terlapor kembali mengajukan kasasi ke MA. Hasilnya, MA berdasarkan keputusan Nomor 221K/PDT.SUS-KPPU/2016 menyatakan keputusan Pengadilan Negeri tidak salah dalam menerapkan hukum. MA pun menolak keberatan para terlapor.
 
Syarkawi menjelaskan, para terlapor terbukti melanggar UU Persaingan Usaha lantaran telah bersepakat untuk menahan produksi sekaligus melakukan pengaturan harga. Hal tersebut dilakukan dalam rapat Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) dalam kurun waktu 2009 hingga 2012. 
 
Ia mengatakan, dengan adanya putusan denda Rp 30 miliar dari MA, pihaknya berharap ke depan para pelaku usaha tidak lagi bermain-main dalam penetapan harga jual. "Denda administrasi dari masing-masing perusahaan akan masuk ke dalam APBN," ujar Syarkawi. 
 
 
Putusan KPPU juga diharapkan menjadi momentum bagi pelaku usaha lain untuk masuk dalam industri ban. Serta, makin meningkatkan efesiensi perusahaan untuk memberikan harga yang murah kepada konsumen.(BB).