Mih Dewa Ratu! Nengah Sukemi 'Manusia Kebun" Hidup Memprihatinkan di Pinggir Hutan Perlu Ban

  20 Desember 2016 PERISTIWA Jembrana

Baliberkarya.com

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Jembrana. Miris dan sangat memprihatinkan. Itulah gambaran kehidupan yang dijalani oleh Ni Nengah Sukemi (52), janda satu anak yang tinggal di Banjar Arca, Desa Pulukan, Kecamatan Pekutatan, Jembrana.
 
Sukemi oleh kebanyakan orang dikenal sebagai 'manusia kebun' karena sejak satu setengah tahun ini dia tinggal seorang diri di tengah kebun milik orang yang berbatasan dengan hutan lindung.
 
Di tengah kebun milik orang asal Denpasar ini, janda ini tinggal seorang diri, hanya ditemani oleh anjing bengil peliharaannya. Di kebun yang berjarak belasan kilo dari pemukiman penduduk ini, Sukemi mendirikan gubuk yang terbuat dari batang kayu gamal, berdinding gedek usang dan bekas kertas semen serta beratap asbes bekas.
 
Bahkan kini kondisi gubug yang berlantai tanah itu sudah reot dan harus disangga dengan sejumlah batang kayu gamal. Tentu saja jika hujan turun, Sukemi harus rela tidur berbasah-basahan karena bocor di sana-sini.
 
Tidak ada listrik, sebagai penerangan dia hanya menggunakan lampu sentir. Sedangkan untuk buang air besar dia memanfaatkan saluran irigasi yang mengalir di dekat gubuknya. Air di saluran irigasi itu pula dia manfaatkan untuk mandi, memasak dan mencuci termasuk untuk diminum. Meskipun kadang-kadang keruh karena hujan turun.
 
Untuk memasak, janda yang ditinggal mati suaminya ini hanya memanfaatkan kayu bakar yang banyak terdapat di kebun di sekitar gubuknya. Kadang dia memasak nasi dari jatah beras miskin yang diterimanya, terkadang pula dia memasak umbi-umbian yang didapatnya dari kebun.
 
Untuk menemukan gubug reot janda ini harus berjalan kami belasan kilometer dari jalan desa kearah utara hingga mendekati hutan lindung. Tentu saja jalan setapak yang ditelusuri dipenuhi semak dan licin serta medan terjal.
 
 
"Dulu saya tinggal berdua di gubuk ini bersama anak perempuan saya. Tapi setahun lalu anak saya menikah dan sekarang tinggal jauh dengan suaminya," tuturnya lirih saat ditemui awak media, Senin (19/12/2016).
 
Untuk bertahan hidup, Sukemi yang bersuamikan almarhum Anak Agung Bumin Jaya ini setiap harinya membuat Tamas (sarana upacara Hindu dari daun kelapa). Setiap harinya tamas buatannya dijual kepada pengepul. Pengasilannya per hari paling banyak Rp 10 ribu.
 
"Saya pernah ke kantor desa minta bantuan bedah rumah atau bantuan penyervisan rumah karena rumah saya mau roboh. Tapi katanya aparat desa tidak bisa karena saya tidak punya tanah," tuturnya.
 
Karena itu dia kemudian pasrah serta berserah kepada Tuhan akan nasib yang diterimanya. Dia juga mengaku pernah tinggal menumpang di Desa Selemadeg, Tabanan bersama suaminya. Namun setelah suaminya meninggal, dia kemudian kembali ke Pulukan dan tinggal di tengah kebun milik orang lain. 
 
Perbekel Pulukan, I Wayan Armawa dikonfirmasi mengatakan bahwa warganya itu masuk sebagai salah satu warga kurang mampu dan tercatat dalam buku merah.
 
Karena menumpang ditanah milik orang lain dan belum ada persetujuan dari pemilik tanah yang ditempatinya bantuan bedah rumah belum bisa diberikan kepada yang bersangkutan.
 
"Tapi untuk raskin tiap bulan tetap kami berikan karena dia memang layak menerimanya," tutup Arnawa. (BB)