Luh Erniati, Janda Korban Bom Bali Berharap Suami Datang Menemuinya

  12 Oktober 2016 PERISTIWA Badung

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Badung. Dalam benak Ni Luh Erniati tak pernah terbayang sebelumnya ia akan menjadi tulang punggung keluarga untuk menghidupi kedua anaknya yang masih kecil-kecil seorang diri. 
 
Pasalnya, suaminya yang bernama I Gede Badrawan tewas pada Sabtu malam, 12 Oktober 2002 silam. Kala itu, bom yang dirancang oleh Imam Samudera Cs meledak sangat dahsyat di Legian, Kuta.
 
I Gede Badrawan dulunya bekerja sebagai head waiter di Sari Club dan menjadi korban ledakan dalam peristiwa kelam yang dikenal dengan peristiwa bom Bali I itu. Ni Luh Erniati mengungkapkan, malam itu ia tengah menjaga buah hatinya bersama korban yang masih berusia 9 dan 1,5 tahun. 
 
"Saat kejadian itu saya sedang di kamar kos. Saya dengar suara ledakan keras sekali," ungkap Luh Erniati, Rabu 12 Oktober 2016.
 
Luh Erniati kemudian mencari arah sumber suara, yang menurutnya tak jauh dari lokasi suaminya bekerja. Sesampainya di tempat kerja suami, Luh Erniati menuturkan telah melihat banyak sukarelawan tengah mengevakuasi korban.‎ 
 
"Dalam hati saya, suami saya masih dalam keadaan hidup. Namun, melihat banyak korban berjatuhan yang dievakuasi relawan, sempat terbersit harapan hidup suami saya kecil," tutur perempuan kelahiran 19 Februari 1971 itu.
 
Meski begitu, Luh Erniati tetap membesarkan hatinya lantaran masih percaya sang suami masih hidup. Ia lalu mencari keberadaan Badrawan ke setiap rumah sakit yang diketahuinya. 
 
 
"Saya masih berharap dia (Badrawan) datang kepada saya," ucap Luh Erniati sedih. 
 
Setelah selama tiga bulan lamanya Luh Erniati menunggu kehadiran suaminya, namun penantian terhadap pujaan hatinya itu pupus tat kala tim Forensik RSUP Sanglah Denpasar memberitahunya jika salah satu jasad teridentifikasi sebagai suaminya yakni I Gede Badrawan.
 
Setelah penantian lama, ia menetapkan hati untuk memulai hidup baru tanpa kehadiran Badrawan di sisinya. Ia lantas berfikir keras untuk menghidupi kedua anak lelakinya. Ia berupaya keras mendapatkan pekerjaan. 
 
"Banyak orang bilang waktu itu saya masih terlalu muda untuk menyandang status janda. Mohon maaf saya menangis, bulan ini (Oktober) biasanya perasaan saya sensitif," jelasnya.
 
"Dengan skill yang tidak memadai, saya berusaha mencari pekerjaan untuk menghidupi anak saya, untuk memberi pendidikan kepada mereka," imbuhnya.
 
Luh Erniati akhirnya mendapatkan pekerjaan. Namun sayang, kejiwaannya masih terguncang hebat dan kondisi psikologinya sangat labil. Bahkan, tak jarang dalam bekerja ia sembari menangis yang tentu saja tanpa disadarinya. 
 
Perempuan yang kini menjadi Ketua Yayasan Isana Dewata itu mengaku secara psikologis masih belum stabil jika mengenang peristiwa kelam yang dialaminya 14 tahun silam tersebut.
 
"Saya masih butuh pendampingan, begitu juga dengan korban lainnya. Maka, saya katakan jika keberadaan trauma center itu begitu penting bagi kami dan juga korban lainnya seperti trafficking, KDRT dan lainnya," katanya.
 
Luh Erniati juga masih berharap pemerintah memperhatikan secara serius anak-anak korban bom Bali yang menurutnya merupakan generasi penerus bangsa. Anak-anak korban bom Bali, sambung Luh Erniati, butuh dukungan untuk bangkit dari keterpurukan. 
 
"Anak-anak itu tunas bangsa. Mereka butuh dukungan untuk bangkit dari keterpurukan," pungkas Luh Erniati.(BB).