Ribuan Umat Tumpah Ruah Ikuti "Ngerebeg" di Catuspata Bangli

  18 September 2016 PERISTIWA Bangli

online.instagram.com

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Bangli. Ribuan umat Hindu di pusat Kota Bangli tumpah ruah mengikuti ritual Ngerebeg saat Hari Raya Kuningan, Sabtu (17/9/2016) malam.

Masyarakat adat di Bangli yang dikenal banyak nyungsung barong, dulunya rutin mengadakan upacara yang diberi nama sangkepan barong atau barong mapadu. Tradisi barong mapadu biasa dilakukan semasa berkuasanya Raja Bangli Anak Agung Ketut Ngurah alias Regen Bangli. Aktivitas tersebut dikaitkan dengan kegiatan ritual. Namun, belakangan sangkepan barong tak lagi diadakan lantaran adanya kekhawatiran akan memicu terjadinya konflik antar banjar, akibat banyak warga kerauhan. Karena itu, sangkepan barong semacam itu kini tidak pernah diadakan lagi di Bangli.

Kendati demikian, di Bangli sejak pemerintahan Bupati  I B Agung Ladip dilakukan aktivitas yang disebut Ngerebeg. Aktivitas ritual ini berlangsung di pusat Kota Bangli dan hingga kini masih tetap dijalankan. Prosesi Ngerebeg dilangsungkan di pusat kegiatan bisnis di Bangli, tepatnya di perempatan patung Tri Murti yang berlokasi di sebelah utara Pasar Kidul Bangli.

Secara rutin pada malam hari seperti pada Hari Raya Kuningan, Sabtu (17/9/2016) semua banjar adat yang berlokasi dekat jantung kota ini nedunang Ida Batara berupa arca barong untuk katuran ayaban sewentena (seadanya) dan caru agung. Namun, tidak hanya saat hari raya Galungan dan Kuningan diadakan ritual ngerebeg. Ritual ini juga dilakukan pada hari-hari lainnya seperti pada pangerupukan. Sebagaimana dilakukan oleh pengemong Ida Batara di Pura Puseh Bebalang. Biasanya di hari itu, Ida Batara akan diiring keliling desa.

Upacara ngerebeg, menurut Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Bangli Drs.I Nyoman Sukra,  sesungguhnya merupakan tradisi yang telah diwarisi umat Hindu di Bangli secara turun-temurun. Kegiatan itu merupakan ritual penyucian dan permohonan kepada Sang Hyang Catus Pata agar bisa turun ke jagat raya guna mensejahterakan umat. Selain itu menyelamatkan umat dari kemungkinan segala macam gangguan.

Kenapa hanya dilakukan di pusat kota? Menurut Sukra, konsep Catuspata mengandung filosofi titik dimana Dewa Siwa turun memberi aura keselamatan bagi umat manusia. "Dalam konsep itu Catuspata sekaligus menjadi pusat turunnya segala hal negatif seperti penyakit. Sehingga untuk itu tradisi Ngerebeg merupakan bentuk penyicuian atau meruwat jagat agar bersih dan disucikan kembali," kata Sukra.

Ngerebeg di perempatan utama Kota Bangli juga disesuaikan dengan posisi perempatan yang mengarah ke empat banjar adat, yakni meliputi Banjar Kawan, Blungbang, Pande dan Banjar Geria. Keempat banjar ini masing-masing nyungsung arca barong di Pura Dalem yang terdiri atas Dalem Purwa, Dalem Gede Selaungan, Dalem Pegringsingan, dan Dalem Penunggekan. Keempat arca barong tersebut, pada saat berlangsungnya upacara akan menghadap ke masing-masing banjar adat.

Ida Batara di Dalem Purwa menghadap arah barat, Ida Batara Dalem Penunggekan menghadap ke selatan, Dalem Gede Selaungan menghadap ke utara, Ida Batara Dalem Pegringsingan menghadap ke timur. Posisi berhadap-hadapan yang dibagi dalam empat arah posisi desa itu disebut nyatur desa.

Setelah katuran ayaban, Ida Batara akan diarak malancaran mengelilingi masing-masing banjar penyungsung. Saat malancaran itu biasanya banyak pula yang kerauhan(kesurupan), bahkan tidak jarang banyak yang sampai ngunying/ngurek. Kendatipun jalannya ngerebeg di pusat kota baru ditertibkan beberapa waktu yang lalu, tradisi ini sebenarnya sudah diwarisi oleh masyarakat Bangli sejak mengenal keberadaan Barong Swari.(BB)