Tokoh Penggolkaran Bali Mertha Sutedja Berpulang. Ini Profilnya!

  15 September 2016 TOKOH Denpasar

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar.Bali kehilangan lagi salah seorang tokoh dan sesepuh. Prof.Dr.I. Wayan Mertha Sutedja,SIP.SH.Ded.PhD(Hon) meninggal dalam usia 82 tahun, Kamis (15/9/2016).

 

Kolonel purnawirawan itu lahir di Denpasar, 11 Nopember 1934. Dari pernikahannya dengan Ida Ayu Ari Kusuma Wardhani, Sang Hyang Widhi menganugerahi mereka yang tinggal di Jalan Kartini IV/A Denpasaritu tiga orang putra dan seorang putri yakni Putu Bagus Wisnu Wardhana, Made Bagus Kerthanegara, Nyoman Bagus Krisnha Wiraatmaja, dan Ketut Ayu Ratna Wulansari

 

Berita tentang berpulangnya tokoh serbabisa di berbagai bidang itu cepat menyebar di media sosial dan ucapan belasungkawa pun mengalir.Layak disebut sebagai tokoh serbabisa, karena sepanjang hidupnya Mertha Sutedja mengabdikan dirinya untuk berbagai bidang.

 

Berkarier di dunia militer, dengan pangkat kapten, almarhum pernah menjabat sebagai Kapendam XVI/Udaya pada tahun 1967-1969 dan memasuki masa purnawirawan dengan pangkat kolonel pada 31 Maret 1985.

 

Di dunia pendidikan, Mertha Sutedja yang memang suka belajar, mengabdikan dirinya secara penuh. Almarhum tercatat sebagai pendiri dan sekaligus Direktur ASTI (kemudian berubah menjadi STSI dan kini ISI) Bali pada periode 1967-1981. Melihat prosopek industri periwisata di masa depan cukup cerah, tentu perlu dipersiapkan mutu manusianya. Untuk itu, di sela-sela kesibukannya, pada 1970 ia  mendirikan Yayasan Kertha Wisata yang  bergerak di bidang pendidikan pariwisata. Sudah barang tentu, upaya itu untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang merupakan salah satu unsur terpenting dalam infrastruktur.

 

Tidak hanya itu, dengan dukungan dari Yayasan Dharmais Jakarta. Mertha Sutedja mendirikan Yayasan Kertha Wiweka, pada 1969 juga. Yayasan ini bergerak dalam bidang pendidikan anak-anak cacat mental (SLB bagian C).

 

Di bidang politik, bersama I Wayan Dhana,  Mertha Sutedja tercatat sebagai tokoh peng-Golkar-an Bali dan sempat menjadi anggota  MPRS pada periode 1968-1972 dan anggota MPR pada 1973-1978. Pada 1970-1985 almarhum menjabat sebagai Ketua DPD MKGR Bali.

 

Di bidang agama dan kebudayaan, pada tahun 1959 Mertha Sutedja menjadi Ketua Yayasan Pura Dwijawarsa yang mendirikan Pura Dwijawarsa di Malang, Sekretaris Pembangunan Pura Jagatnatha Denpasar (1964-1968), duduk sebagai penggagas, pendiri dan Penasehat Prajanithi Hindu (1968), serta anggota Paruman Walaka PHDI Pusat pada 1961-1973.

 

Pada tahun 1986 Mertha Sutedja mendapat gelar doktor di bidang Falsafah Pendidikan dari World Universitas Benson, Arizona USA, dengan judul disertasi; Pancasila Culd be Used as Kertha Buana or Universal Doctrine, dengan perdikat "Splendid".

 

Pada 1990, almarhum mendirikan Yayasan Sutasoma yang bergerak untuk melestarikan lingkungan hidup dan membantu meningkatkan pendapatan masyarakat "kecil". Semenjak itu ia semakin tertarik pada masalah kebudayaan. Maka Mertha Sutedja sering membaca makalah-makalah kebudayaan di manca negara. Makalah-makalahnya antara lain: Ramayana and World Peace, Nilai-nilai luhur Sutasoma dan Perdamaian Dunia, Asta Brata sebagai dasar kepemimpinan Global.

 

Tak terhitung penghargaan-penghargaan yang ia terima, baik dari dalam maupun luar negeri. Barangkali, penghargaan yang amat menarik adalah Bronze Nedal Award for Peace 1988 dari Albert Einstein (1879-1955). International Academy Foundation Founded 1965 Missouri USA. Selain itu, juga penghargaan Alfred Nobel Medal Award Peace. Mengapa hal ini menarik? Sebab, "perdamaian" memang hanya akan terwujud apabila orang-orang yang mempunyai komitmen pada kebudayaan mau memikirkannya. Dan peperangan, adalah suatu ancaman yang paling berbahaya terhadap kelestarian kebudayaan manusia di alam semesta ini.

 

Selamat jalan Prof.Mertha Sutedja. Amor ring Acintya! (BB)