Ketidakjujuran Berlangsung Masif di Dunia Pendidikan !

  17 Juli 2016 PERISTIWA Denpasar

Baliberkarya/ist

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Ketidakjujuran yang berlangsung secara masif dalam dunia pendidikan yang kerap terjadi belakangan ini menjadi sorotan dalam pelaksanaan Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS), Minggu (17/7/2016).
 
Keprihatinan terhadap kondisi tersebut antara lain disampaikan manran Komisioner KPU Pusat I Gusti Putu Artha. Dalam orasinya, dia mengungkap ketidakjujuran yang berlangsung secara masif mulai dari proses ujian hingga penerimaan siswa baru.
 
Karena malu dicap gagal dalam mendidik, banyak oknum guru memberi ruang bagi siswanya untuk bekerjasama saat ujian. Praktek membocorkan soal hingga memberi kunci jawaban juga telah menjadi rahasia umum di kalangan pelaku pendidikan.
 
Bahkan, belakangan berkembang informasi bahwa nilai ujian bisa disesuaikan di instansi terkait. Semua itu dilakukan secara masif agar para siswa dapat meraih nilai tinggi dan menembus sekolah favorit.
 
Tak hanya di kalangan guru, orang tua pun terkesan menghalalkan segala cara karena gengsi kalau anaknya tak mampu menembus sekolah negeri. Yang lebih parah, kata Gusti Putu Artha, dunia pendidikan juga terpasung oleh kepentingan politik.
 
“Di Tabanan ada SMA yang sampai menerima 17 kelas. Itu tak masuk akal,” ujarnya prihatin.
 
Menurut dia, ketidakjujuran yang dilakukan secara masif ini merusak sistem pendidikan di negeri ini.
 
“Kalau sejak sekolah dasar sudah diajarkan untuk tidak jujur, bagaimana masa depan anak-anak itu nantinya,” tandasnya.
 
Guna mencegah kerusakan yang makin parah, dia mendorong sebuah gerakan memperbaiki dunia pendidikan mulai dari orang tua, guru, pemerhati pendidikan dan seluruh komponen.
 
Secara khusus, dia mendesak para pemerhati pendidikan segera membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bertugas mengawasi perkembangan pendidikan. LSM inilah yang nantinya diharapkan mampu mengawasi dan mengontrol pelaksanaan sistem pendidikan mulai dari tingkat SD hingga SMA.
 
Dalam kesempatan itu Artha juga mengingatkan bahwa nilai tinggi hingga mampu menembus sekolah favorit tak menjamin kesuksesan seorang anak.
 
“Pendidikan di lembaga formal itu hanya 10 persen,  sekolah yang paling baik adalah di kehidupan bermasyarakat. Karena dalam interaksi dengan lingkungan masyarakat, kecerdasan emosional seorang anak anak terasah,” tandasnya.
 
Selain mengungkapkan keprihatinan terhadap perkembangan dunia pendidikan, Gusti Putu Artha juga bicara soal Pemilihan Gubernur yang akan berlangsung dua tahun mendatang. Dia minta masyarakat jangan memilih pemimpin berdasarkan latar belakang partai.
 
Sependapat dengan Artha, Gubernur Bali Made Mangku Pastika juga  mengutarakan keprihatinan terhadap perkembangan dunia pendidikan.
 
“Tak hanya di tingkat sekolah dasar hingga menengah atas, hal yang sama juga terjadi pada pendidikan tinggi,” ujarnya mengawali orasi.
 
Untuk menjaga kredibilitas perguruan tinggi, tak jarang seorang dosennya terpaksa memberi nilai bagus bagi mahasiswanya yang sebetulnya punya kemampuan pas-pasan.
 
Menurut Pastika, keprihatinan terhadap berbagai persoalan yang berkembang (termasuk dunia pendidikan, red) sudah terlalu banyak dilontarkan berbagai kalangan.
 
“Kita sepakatlah bahwa kondisi ini memang harus dibenahi. Lalu, mau kita apakan ini?. Yang punya ide, tolong beri kami masukan,” pintanya.
 
Masih dalam orasinya, Pastika juga menanggapi informasi yang menyebut Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan permohonan judicial review atas Undang-Undang (UU) Nomor 23 tahun 2015 oleh Pemkot Surabaya dan kota lainnya.
 
Dengan dikabulkannya gugatan ini berarti kewenangan pengelolaan SMA/SMK yang awalnya akan dialihkan ke provinsi dikembalikan lagi ke Kabupaten/Kota. Kalau untuk Bali, ujar Pastika, Pemprov punya anggaran yang cukup untuk mendanai sektor pendidikan.
 
“Tahun 2016 APBD kita Rp. 5,5 trilyun, 20 persennya atau lebih dari Rp. 1. Trilyun dialokasikan untuk sektor pendidikan. Sementara kita hanya diberi kewenangan mengelola SLB dan SMAN/SMKN Bali Mandara. Sisanya ya untuk peningkatan sarana dan prasarana sekolah yang tersebar di seluruh Bali,” ujarnya.
 
Namun pada prinsipnya Pemprov akan tunduk pada keputusan pusat.
 
PB3AS kali ini juga dimanfaatkan sejumlah SKPD untuk mensosialisasikan sejumlah program dan kebijakan. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr.Ketut Suarjaya kembali meyakinkan masyarakat bahwa Bali bebas dari peredaran vaksin palsu yang belakangan sangat meresahkan para orang tua.
 
“Kita sudah melakukan penyisiran dan hingga detik ini tak ditemukan peredaran vaksin palsu di Bali,” ujarnya.  
 
Sementara itu, Kadis Pendapatan Provinsi Bali I Made Santha mensosialisasikan kebijakan pemutihan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga denda pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bunga denda bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) yang berlaku mulai 20 Juni hingga 30 November 2016. Kebijakan ini diambil karena saat ini sebanyak 36 persen kendaraan belum bayar pajak.
 
“Dari data yang kami miliki, di Bali terdapat sekitar 3,5 juta kendaraan bermotor. Yang dibayarkan pajaknya sebanyak 2,4 juta atau 64 persen,” ujarnya.
 
Selain mendongkrak pendapatan, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk pemuktahiran data. Untuk itu, Santha mengajak masyarakat luas memanfaatkan kebijakan pemutihan untuk memenuhi kewajibannya membayar pajak kendaraan bermotor. (bb)