Sopir GrabCar Banyak Tertipu dan Merasa Diadu Domba Antar Sesama Sopir

  08 Juni 2016 PERISTIWA Denpasar

google.com/image

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar. Tidak hanya sopir yang bergabung dalam angkutan aplikasi Uber yang mengalami kisah pahit, sopir yang bergabung dalam angkutan online GrabCar juga tak kalah menyedihkan. Bagaimana tidak, sebagian besar sopir yang angkutan berbasis online itu kini merasa tertipu dan hanya diperalat sebagai sapi perah.
 
Ketut Suparma yang bergabung selama 6 bulan di angkutan GrabCar mengaku kecewa dengan pihak GrabCar lantaran tidak sesuai janji manisnya dengan realita dilapangan. Selain kecewa, Ketut Suparma juga merasa dibodoh-bodohi serta diperdaya oleh pihak GrabCar.
 
"Saya merasa sangat dibodohi dan merasa diperdaya oleh Grab. Saya kecewa tidak dapat bonus seperti janji pihak Grab. Awalnya aja dia ngasi pancingan biar banyak dapat sopir menjadi anggota Grab. Lama-kelamaan gak ada apa, aturan banyak biar gak ngeluarin bonus. Bonus tiang gak keluar, tiang chatingan sama Pak Cok malah disuruh ngirim email ke Jakarta," ucapnya, Rabu 8 Juni 2016.
 
Setelah pahit getir yang dialaminya, Ketut Suparma menilai GrabCar dan Uber hanya bikin rusuh di Bali, khususnya dengan sesama sopir yang bekerja di sektor transportasi. Kini setelah dikecewakan GrabCar, ia kini banting setir kembali menjadi sopir konvensional angkutan pariwisata dengan ngantre di hotel dan membayar sewa antrean 3,5 juta pertahun yang hasilnya lebih lumayan jauh lebih baik dibandingkan dulu bergabung dengan GrabCar.
 
"Padahal kinerja saya bagus di Grab tapi tetep juga ndak dikasi bonus. Akhirnya 4 bulan ini saya ndak aktif di Grab dan kembali menjadi sopir pariwisata tanpa pakai aplikasi. Sudah saya hapus aplikasinya, toh juga gak ada apa ikut aplikasi itu. Jadinya setelah dipikir-pikir kami antar sesama sopir di adu domba di Bali, kayak sistem adudomba jaman penjajahan dulu," ungkapnya.
 
Lain cerita Ketut Suparma, lain pula penuturan sopir GrabCar lainnya, Wayan Agus yang menuturkan jika para sopir yang tergabung di GrabCar sebenarnya banyak diperdaya. Ia memberi contoh, misalnya sekarang setiap sopir GrabCar yang jumlahnya ribuan anggota drivernya beli pulsa untuk aplikasinya misal 1 orang sopir membeli top up 200 ribu, terus dipotong 10% oleh GrabCar, coba bayangkan berapa duit pemasukan GrabCar yang tanpa mengeluarkan bensin dan kendaraan.
 
"Kalau saya sih sudah saya hapus aplikasinya GrabCar, karena saya kecewa, dah malas, apa lagi dah di kapling, Grab dan Uber dilarang di Bali. Sementara pihak GrabCar memerintahkan dan mempersilahkan ambil semua order dimanapun," tuturnya.
 
"Ibarat kita dipaksa ke sarang macan kita ambil kan remuk mobil kita. Kita manusia yang punya kelebihan ngapain cari makan ketakutan. Mending cari alternatif lain, intinya banyak jalan menuju roma," imbuhnya.
 
Wayan Agus mengakui jika dulu bergabung dengan GrabCar dirinya pernah 1 bulan pengasilannya sampai 4 juta, tapi belum bayar cicilan dan service mobil. Hasil segitu dengan mobil sendiri sudah tidak cukup, apalagi sekarang dikurangi 2 juta sebulan karena bonus tidak dikasi. "Jadi semenjak gak ada bonus d Grab saya dah males, walaupun sekarang ada bonus tapi aturannya banyak," jelasnya.
 
Keluhan sopir GrabCar lainnya, Ketut Widana mengaku kini order penumpang GrabCar sangat jarang, apalagi kini telah dilarang dan diancam dibekukan di Bali. Selain itu, penghasilan yang didapat di GrabCar kini hanya cukup makan sehari hari, jadi terpaksa harus bekerja setiap hari untuk menutupi cicilan mobil. Kini, ia mengaku rekan-rekannya yang bergabung di GrabCar sudah banyak kembali menjadi sopir freelance. 
 
"Sekarang sehari bisa dapat cuma 70 ribu-150 ribu. Untuk bisa ambil order harus taruh deposit atau top up. Ambil order di airport dikerubuti transport di airport. Saya merasa diadu oleh pihak Grab, karena harus ambil semua order, jika tidak ambil kinerja kita dianggap turun," ujarnya.
 
Apalagi kini, lanjutnya, di setiap daerah order GrabCar banyak larangan seperti di seminyak yang berpotensi akan ribut dengan transport lokal. Menurutnya, GrabCar tidak tahu kondisi lapangan, tidak melakukan perlindungan terhadap pengemudinya, dan jika ada risiko semua ditanggung sendiri, sementara Grabcar hanya duduk manis dapat uang banyak dari keringat para sopir yang berjuang mati-matian.
 
Ia kini merasa bersalah bergabung ke GrabCar, karena hanya diadu domba oleh GrabCar dengan sesama pengemudi di lapangan. Apalagi kini sistemnya tidak manusiawi yakni harus kerja dari dini hari sampai tengah malam, sedangkan penerimaan sopir baru terus jalan, tetapi order terus menurun.
 
"Kerja rodi untuk mendapatkan uang 500 ribu, sementara argonya tidak masuk akal. Biaya bensin dan servis saja tidak mencukupi dengan pendapatan saat ini," pungkasnya. (BB)