Asosiasi Villa Keluhkan Pemerintah Tidak Tegas Tindak Hotel dan Villa Bodong di Bali

  30 Mei 2016 PERISTIWA Denpasar

Baliberkarya

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com - Denpasar. Banyaknya vila dan hotel bodong alias tidak berizin di wilayah Bali namun bisa beroperasi tanpa ditindak tegas petugas dikeluhkan oleh Bali Villa Association (BVA) Bali. Asosiasi villa itu menilai selama ini pemerintah tidak berani dalam menindak dan memberikan sanksi tegas terhadap hotel dan vila yang jelas-jelas ilegal dan tidak membayar pajak tersebut.

Ketua BVA Bali, Gede Sukarta yang didampingi Sekretaris, Made Yoga Iswara dan Penasehat, Mangku Wayan Suteja dan IGAN Darma Suyasa menyatakan jika penegakan hukum khususnya penertiban vila selama ini penegakan hukumnya yang lebih besar dan kurang tegas dan kurang greget sehingga penegakan aturan menjadi lembek. 

Dengan aturan yang sudah ada itu maka perlu penegakan aturan dengan aplikasi yang lebih tegas. Perlu pemimpin yang lebih tegas menerapkan aturan jika perlu ditutup usahanya tanpa memandang bulu tegas. 

"Jangankan vila, hotel yang belum berizin juga belum dilakukan penindakan. Seperti itulah kenyataannya di lapangan. Payahnya lagi belum tentu membayar pajak," ucapnya disela 'Seminar New Market + New Marketing' di Gedung Ksirarnawa Art Centre Denpasar, Senin (29/5/2016).

Gede Sukarta mengaku terus terang jika asosiasi vila di Bali yang berizin dan rutin membayar pajak selama ini belum puas terhadap pemerintah daerah dalam penegakan hukum penertiban vila. Menurutnya, di tatanan pemerintah belum solid dalam melakukan penertiban antara dinas terkait saling menyalahkan. Misalnya eksekusi siapa yang melakukan ini yang perlu disolidkan. 

"Peran bupati, walikota dan gubernur yang perlu mengeksekusi. Ada kesan vila yang sudah legal justru kesannya kita yang diobok-obok. Dari kami menyarankan eksekusi lebih tegas," pintanya.

Dalam kesempatan yang sama, penasehat BVA Bali, Mangku Made Suteja juga menegaskan bahwa perlu pendataan vila lebih lanjut karena dari BPS belum ada standarisasi vila mengingat izinnya bervariasi. Ia memaparkan selama ini bahkan ada vila yang hanya memakai izin pondok wisata. 

"Badung dan Denpasar mengeluarkan peratusan khusus soal standarisasi vila. Setelah itu baru bisa didata berapa presentasi jumlah vila di Bali," ungkapnya.

Asosiasi vila di Bali itu mendorong mensinkronisasi perizinan vila agar orang tidak sembarangan mengklaim akomodasi vila. Mana yang vila dan mana pondok wisata harus bisa dibedakan. Karena rumah-rumah sewa banyak yang tidak memiliki izin sesuai dengan standarisasi aturan. Diperlukan penegakan aturan, dan jika tidak bisa dibina harus diberikan sanksi dan usahanya ditutup. 

"Karena yang boleh menamakan vila adalah bangunan yang menemenuhi perizinan yang memenuhi aspek produk, baru bisa disebut vila. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, tidak boleh dinamakan vila sehingga bisa dibedakan mana vila mana rumah. Hal ini untuk menghindari persepsi yang keliru dan kejadian kriminal selama ini yang terjadi di vila," tegasnya.

Disisi lain, rata-rata tingkat hunian vila di Bali diatas 65 persen dari 1300 vila di badung dan 1500 vila diseluruh Bali. Kedepan, mereka berharap perlu data akurat data dari BPS dan dinas perinzin serta dinas pendapatan. Mereka memandang salah satu akomodasi yang memiliki kualitas produk yang paling tidak bintang 4 dan 5, seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Pasalnya, banyak kejadian yang mencoreng citra vila di Bali secara khusus akibat vila bodong yang menjamur tersebut.

"Kedatangan tamu sekitar 4,1 juta ke Bali, berapa persen tinggal dihotel kita tidak tahu, apalagi tinggal di vila tapi diasumsikan sekitar 20 persen tamu menginap di vila," pungkasnya.