Aula Gedung Pascasarjana Universitas Udayana, 19 Mei 2016

“Memahami Sejarah Peradaban Lembah Sungai Sindhu Untuk Membangkitkan Kembali Nilai-Nilai Luhur Bud

  19 Mei 2016 PERISTIWA Denpasar

google.com/image

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com. Denpasar-Peradaban Sindhu berkembang sekitar 5000 tahun SM di lembah sungai Sindhu. Peradaban ini kemudian lebih dikenal sebagai peradaban Hindu, ketika istilah ‘Hindu’ muncul dari bahasa Persia sekitar abad ke-10, dimana yang dimaksud adalah ‘Sindhu’ (Krishna, 2008 dan Phalgunadi, 2003). Peradaban Sindhu sudah sangat maju, terbukti dari peninggalan-peninggalan yang ditemukan di reruntuhan kota Mohenjodaro sebagai salah satu contohnya.
 
Sementara itu, Nusantara juga mewarisi peradaban yang sama sehingga ada kemungkinan bahwa pada zaman itu wilayah Nusantara merupakan satu kesatuan wilayah dengan anak benua India. Namun adanya bencana alam berupa banjir besar (Tsunami) membuat wilayah Nusantara terpisah dari anak benua India, dimana sebagian besar wilayah Nusantara tenggelam menyisakan dataran-dataran tinggi atau gunung-gunung yang tidak tenggelam sehingga terbentuklah kepulauan Nusantara. Dengan demikian, besar kemungkinan masyarakat lembah sungai Sindhu berasal dari masyarakat Nusantara yang sudah berperadaban tinggi, yang kemudian bermigrasi ke pesisir selatan anak benua India dan menetap di lembah sungai Sindhu ketika bencana besar melanda wilayah Nusantara. Bukti yang mengatakan bahwa Nusantara pada zaman itu sudah memiliki peradaban tinggi ditunjukkan oleh Prof. Santos dalam bukunya berjudul “Atlantis- The Lost Continent Finally Found” dimana diyakini bahwa kepulauan Nusantara merupakan wilayah peradaban tinggi Atlantis yang hilang (2011). Dengan demikian, erat sekali hubungan antara peradaban Lembah Sungai Sindhu dengan peradaban Nusantara.
 
Hingga sekitar abad ke-8, kejayaan Nusantara masih sangat terkenal dengan adanya Kerajaan Sriwijaya yang berkuasa selama kurang lebih 800 tahun, dan sudah melakukan perdagangan rempahrempah ke Eropa. Demikian pula kejayaan Kerajaan Majapahit yang mencapai puncaknya sekitar abad ke-14 dan meliputi seluruh wilayah Indonesia hingga ke Malaysia dan Singapura. Namun sayang sekali setelah kemudian sebagian besar wilayah Nusantara mengadopsi budaya-budaya atau peradaban asing maka bangsa kita mulai kehilangan jati dirinya sehingga kemudian kekacauan pun tak terhindarkan, seperti yang terjadi akhir-akhir ini, dimana keadaan bangsa kita semakin carut marut dan kehilangan kejayaannya.
 
Demikian pula apa yang terjadi di negara-negara lain yang mengadopsi budaya asing dan meninggalkan warisan budaya leluhur mereka. Negara Iran, Afganistan, Bangladesh dan Pakistan merupakan negara-negara yang juga mewarisi budaya dan nilai-nilai luhur peradaban lembah sungai Sindhu (Krishna, 2008), namun sayang sekali budaya dan nilai-nilai luhur ini sudah tidak dilestarikan lagi di negara-negara tersebut. Akibatnya, di negara-negara tersebut sering terjadi kekacauan dan perang sepanjang zaman yang tiada hentinya.
 
Ada pepatah mengatakan belajarlah dari sejarah sehingga kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sehingga, dengan mempelajari dan memahami peradaban Sindhu, kita bisa membangkitkan kembali nilai-nilai luhur bangsa yang akhir-akhir ini sudah mulai meluntur untuk memperbaiki kehidupan bangsa kita saat ini, sehingga kita tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama, demi kejayaan Nusantara, demi kebangkitan kembali bangsa kita.
 
Untuk itu, seminar nasional tentang peradaban lembah sungai Sindhu dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk membangkitkan kembali nilai-nilai luhur serta budaya Nusantara, demi kebangkitan bangsa Indonesia. Seminar ini mengambil tema “Memahami Sejarah Peradaban Lembah Sungai Sindhu untuk Membangkitkan Kembali Nilai-Nilai Luhur Budaya Nusantara” yang diselenggarakan atas kerjasama Program Doktor Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana dengan Yayasan Anand Ashram pada tanggal 19 Mei 2016 di Aula Gedung Pascarjana Universitas. Acara yang luar biasa ini menghadirkan Prof. Drs. I Ketut Widnya, M.Phil, (Dirjen Bimas Hindu Kementrian Agama RI), Dr. I Wayan Redig (dosen Program Doktor Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana) serta Anand Krishna, Ph.D (tokoh spiritual, humanis dan penulis 170 buku). (bb/rls).