Kemiskinan dan Kepekaan Pemimpin

Kemiskinan dan Kepekaan Pemimpin

  07 Maret 2016 OPINI Denpasar

spektanet.com

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Kemiskinan dan Kepekaan Pemimpin

Oleh :
Komang Suarsana


Na thwaham Kamaye Rajyam, Na Swargam napnu arbhawam kamaye Dukha thapthamam, Praninam aarrthi naasanam (Bhagawata Purana)

Artinya:

Ya Tuhan saya berdoa bukan untuk memohon kedudukan dalam kerajaan, bukan pula untuk memohon Sorga atau menjelma sebagai manusia yang hebat. Saya hanya memohon berikanlah saya kekuatan dan kesempatan untuk mengabdi pada mereka yang menderita

Sepanjang sejarah manusia, kemiskinan merupakan atau menjadi kosa kata yang abadi. Itu sebabnya, menghapuskan kemiskinan seolah-olah menjadi utopia bahkan bisa dianggap menghapuskan sejarah manusia itu sendiri. Jika demikian adanya, apakah program pengentasan kemiskinan yang saat ini diperlombakan oleh para pemimpin dan calon-calon pemimpin sesuatu yang mustahil?

Logika tersebut semestinya tidak membuat orang khawatir dan lantas apatis terhadap janji-janji dan program-program pengentasan kemiskinan yang ditawarkan oleh siapa saja. Apalagi setiap menjelang pemilu, baik pemilu beberapa waktu ke depan. Sebab, meminjam teori dialektika Hegel yang ditekniskan oleh Karl Marx, ternyata sejarah dapat juga diartikan sebagai proses dialektis (atau mungkin pertarungan) antara kelas orang miskin dan orang kaya.

Persoalannya terletak pada kemampuan orang miskin untuk keluar dari situasi yang menyedihkan tersebut. Begitu juga, seberapa kuat orang-orang kaya dapat mempertahankan kekayaannya tersebut. Dan benarlah perumpamaan Melayu, "hidup ibarat roda pedati, sekali di atas sekali di bawah". Perumpamaan ini memberi isyarat bahwa sejarah itu bergerak secara siklus.

Tetapi tentu saja orang tidak semua orang mau hidup dalam siklus. Pertaruhannya terlalu mahal dan menghadirkan kecemasan pada setiap putarannya. Karena itu alur hidup kesejarahan manusia bisa saja diubah, tidak melulu berputar, namun bagaimana menjadikan hidup ini bergerak secara linear dan berpacu menuju pencapaian kemajuan yang berarti (progressive).

 

Kemiskinan di Bali

Indonesia, yang dibaca secara pesimis konon bertabur dengan kemiskinan. Sekilas memang benar, tetapi kemiskinan itu mestinya diartikan dan diurai lagi secara rinci. Hal ini diperlukan supaya penanganan kemiskinan tepat sasaran dan hasilnya dapat diukur.

Di Bali, di Pulau Dewata yang gemerlap dengan gemerincing dolar pariwisata, kemiskinan juga masih menyelinap di balik kantong-kantong wilayah tertentu. Berdasarkan data BPS Provinsi Bali, jumlah penduduk miskin di daerah ini mencapai 185.200 jiwa atau 4.53% jumlah penduduk.(Bali Dalam Angka 2014).

Tentu saja kondisi itu masih memprihatinkan dan harus menjadi perhatian semua pihak. Gubernur I Made Mangku Pastika sendiri mengaku  miris melihat masih ada warga yang hidup di bawah garis kemiskinan, padahal sudah memimpin Bali selama tujuh tahun.

Kemiskinan dapat didefinisikan secara luas maupun sempit. Dalam pengertian yang sederhana kemiskinan dapat diterangkan sebagai kurangnya pemilikan materi atau ketidakcukupan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sementara itu dalam arti yang lebih luas kemiskinan dapat meliputi ketidakcukupan yang lain seperti rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya kesempatan kerja dan, keterbatasan akses terhadap berbagai hal dan lain-lain.

Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan 15 variabel dasar yang dijadikan dasar penetapan rumah tangga miskin (RTM) yaitu :

1.      Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2.

2.      Jenis lantai bangunan tempat tinggal dari tanah/bambu/kayu berkualitas.

3.      Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah.

4.      Tidak mempunyai fasilitas tempat buang air besar (jamban/kakus).

5.      Sumber penerangan rumah tangga bukan dari listrik.

6.      Sumber air minum dari sumur/mata air tak terlindungi /sungai/air hujan.

7.      Bahan bakar untuk memasak sehari-hari dari kayu bakar/arang.

8.      Tidak mengkonsumsi daging/susu/ayam dalam satu minggu.

9.      Tidak mampu membeli pakaian baru untuk setiap ART dalam setahun.

10.  Frekuensi makan kurang dari 3 kali per hari untuk setiap ART.

11.  Tidak mampu berobat ke Puskesmas.

12.  Lapangan pekerjaan utama KRT yaitu petani gurem/pekerja bebas dengan upah per bulan kurang dari Rp.600.000,-

13.  Pendidikan tertinggi KRT sekolah dasar (SD) atau tidak pernah sekolah.

14.  Tidak mempunyai asset/tabungan/barang berharga bernilai lebih dari Rp.500.000,-

15.  Total pengeluaran per bulan setara / equivalent dengan pendapatan minimal Rp.1.261.000/kapita dalam satu bulan.

Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin (RTM). Tentu formula itu cukup menantang untuk dapat dilakukan upaya pengentasannya. Caranya, dengan upaya dan kerja keras agar satu per satu variabel itu tiadk terpenuhi.

Adalah sebuah tantangan berat bagi Bali untuk bisa membebaskan masyarakatnya dari kemiskinan. Adalah sangat berdosa pula jika kemiskinan itu tetap tidak diatasi, apalagi membiarkannya. Gubernur Made Mangku Pastika selalu mengungkapkan hal itu setiap secara spontan mengunjungi warga miskin di berbagai pelosok Bali.

Di Bali kehidupan antara agama Hindu dengan budaya setempat tampak bersinergi dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Agama Hindu menempati posisi sebagai jiwa dan sumber nilai budaya Bali. Dinamika agama Hindu dan budaya Bali menelorkan berbagai nilai budaya dan kearifan lokal yang ditengarai mampu mengantasipasi dampak negatif globalisasi, utamanya di bidang moralitas, kemisikinan dan kebodohan, semakin berkurangnya lahan pertanian, dan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya manusia Bali.

Sebagai implementasi nilai kearifan lokal itu pulalah, Pemerintah Provinsi Bali sejak tahun 2008 meluncurkan program Bali Mandara. Tujuannya, hanya satu: mengentaskan kemiskinan.

 

Kemiskinan dan Kepedulian Pemimpin

Wacana kemiskinan di negeri ini setelah dihantam bertubi-tubi oleh berbagai bencana memang menguat signifikan. Tiba-tiba saja, kesalahan ini diarahkan kepada para pemimpin yang dianggap tidak becus mengurus rakyat. Bolehlah kalau memamng demikian adanya. Tetapi makna lainnya yang dapat diserap di balik itu, ternyata rakyat masih berharap kepada pemimpin untuk mengatasi kemiskinan. Hanya saja, kesalahan yang ditimpakan kepada pemimpin itu tidak lebih dari wujud kekecewaan pada masa-masa sulit.

Teori Arnold J.Toynbee (1889-1975) dalam magnum opus-nya A Study of History (London, 1961), menyatakan sejarah hidup manusia akan selalu diwarnai oleh pasang surut. Gelombang kecemasan publik di tengah masa sulit itu akan selalu memunculkan entah pribadi maupun kelompok yang disebut minoritas kreatif (creative minority).

Dalam bahaya kemiskinan yang menggejala saat ini, sejarah manusia harus diselamatkan dari kehancuran total oleh seseorang atau suatu kelompok yang disebut minoritas kreatif (creative minority). Oleh sebab itu, yang dicari itu adalah pemimpin yang kreatif dan memiliki program-program kreatif untuk menanggulangi kemiskinan. Siapa yang terlihat kreatif secara meyakinkan, akan diberi kesempatan oleh sejarah untuk menjadi pemimpin  yang sukses.

Tema kemiskinan, negara dan kepemimpinan adalah persoalan kepekaan, kasih sayang dan perlindungan. Karena itu pemimpin yang dicari adalah pemimpin kreatif dan punya hati nurani. Hanya yang punya hati nurani yang bisa bicara dari hati ke hati dan mampu mendengar hati nurani rakyat.

Negara memiliki peran sangat penting dalam mengatasi kemiskinan. Menurut Robert Chambers (1983) kemiskinan merupakan akibat dari pemusatan kekayaan dan kekuasaan. Pemusatan kekayaan dan kekuasaan memang merupakan sesuatu yang melekat dalam sistem politik dan ekonomi liberal.

Bagi masyarakat Hindu, hal itu bukan saja bertentangan pada konstitusi kita, tetapi juga bertentangan dengn ajaran Hindu. Oleh sebab itu untuk aspek strategis yang menyangkut hayat hidup orang banyak negara tetap harus menjamin bahwa kepentingan nasional dan rakyat secara keseluruhan benar-benar terlindungi.

Selain negara berperan dalam mengentaskan kemiskinan, maka umat Hindu diharapkan untuk dapat melaksanakan dana punya terhadap sesama yang memerlukan. Dana punya adalah pemberian dengn tulus iklas sebagai salah satu bentuk pengamalan ajaran Dharma. Pemberian tersebut dapat berupa nasihat/wejangan atau petunjuk hidup, yang mampu mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik (Dharmadana), berupa pendidikan (Vidyadana), dan berupa harta benda (Arthadana) yang bertujuan untuk menolong atau menyelamatkan seseorang atau masyarakat.

Ajaran dana punya bertujuan untuk membimbing manusia menuju kesempurnaan lahir batin yang akan mengantar manusia mencapai surga bahkan moksa. Jadi menurut hukum Hindu, ajaran dana punya ini wajib hukumnya, wajib dilaksanakan oleh setiap umat Hindu.

Ajaran dana punya dilandasi oleh ajaran tat twam asi , yang memandang setiap orang seperti diri kita sendiri yang memerlukan pertolongan, bantuan atau perlindungan untuk mewujudkn kebahagiaan hidup yang sejati seperti diamanatkan dalam kitab suci Veda, ”Vasudhaivakutumbakam” semua mahluk adalah bersaudara.

Program Bali Mandara yang merupakan wujud kepekaan pemimpin pada Pemerintah Provinsi Bali adalah terjemahan atas apa yang diajarkan agama. Program itu sekaligus jawaban atas upaya mengurangi terpenuhinya 15 variabel dasar sebuah rumah tangga dikatakan sebagai rumah tangga miskin.

Dalam tujuh tahun terakhir, capaiannya cukup membanggakan. Sejumlah program seperti Jaminan Kesehatan Bali Mandara, Jamkrida, Bedah Rumah, Simantri, beasiswa miskin, dan Gerbangsadu cukup mampu mengatasi permasalahan terkait kemiskinan. Secara global persentase angka kemiskinan menurun dari6,17% (2008) menjadi 4.53% (2014).

Hasil itu didukung oleh capaian masing-masing program. JKBM yang pada tahun 2014 mendapat alokasi anggaran Rp 328.009.000 telah menjangkau peserta 2.733.414 jiwa. Program Jamkrida dengan plafond kredit Rp 1.121.062.071.250 dan nilai terjamin Rp 569.508.421.168 telah memberi sebanyak 11.656 jumlah terjamin.

Bedah rumah dengan anggaran Rp 174.625.000.000 telah membedah sebanyak 7.115 rumah. Program Simantri dengan anggaran Rp 93.050.000.000 telah mengurangi kemskinan pada 7.115 kelompok tani. Demikian halnya dengan bantuan beasiswa miskin yang pada tahun 2014 saja telah menyalurkan anggaran sebesar Rp 270.895.873.000 telah membiayai sekolah dan kuliah sebanyak 51.781 siswa dan kelompok masyarakat. Sejak 2012 hingga 2014 Program Gerbangsadu  telah menyasar 181 desa dan menelan anggaran Rp 183.600.000.000.

Ajaran Hindu yang menjiwai kebudayaan Bali untuk peka dan peduli terhadap kaum miskin dan upaya terus menerus membantu mereka keluar dari lingkaran kemiskinan merupakan ajaran yang sangat penting. Bagimana dengan kepekaaan dan kepdulian para pemimpin lainnya di Bali? (*)