UU Provinsi Bali Disahkan, Gus Adhi Optimis Percepat Pemerataan Pembangunan dan Perkuat Desa Adat

  19 Maret 2023 TOKOH Denpasar

Foto: Anggota Komisi II DPR RI Dapil Bali Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra) yang akrab disapa Gus Adhi saat menyampaikan pandangannya dalam acara Kunjungan Kerja Panja RUU Provinsi Bali Komisi II DPR RI di Kantor Gubernur Bali, Minggu (19/3/2023).

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Bali sudah disahkan menjadi Undang-Undang Provinsi Bali. Ada dua point penting yang dapat diwujudkan pasca Undang-Undang Provinsi Bali disahkan yakni percepatan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Bali dan penguatan desa adat serta peran Provinsi Bali dalam mengatasi persoalan di desa adat yang menyangkut lintas wilayah kabupaten/kota.

Hal itu ditegaskan Anggota Komisi II DPR RI Dapil Bali Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra) yang akrab disapa Gus Adhi saat menyampaikan pandangannya dalam acara Kunjungan Kerja Panja RUU Provinsi Bali Komisi II DPR RI di Kantor Gubernur Bali, Minggu (19/3/2023) untuk menggali masukan berbagai pihak terkait draft RUU Provinsi Bali ini.

Rombongan dipimpin Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung dan diterima langsung Gubernur Bali Wayan Koster bersama Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace), Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama, Bupati/Walikota se-Bali serta berbagai perwakilan elemen masyarakat Bali.

“Perubahan terbesar yang terjadi setelah adanya Undang-Undang Provinsi Bali pertama akan ada pemerataan pembangunan. Maka penting kita dorong jadi RUU ini jadi Undang-Undang Provinsi Bali. Kedua, kalau desa adat masuk dalam Undang-Undang Provinsi, maka Bali akan lebih bisa mengembangkan budayanya. Ketika budaya Bali berkembang pariwisata Bali akan meningkat serta akhirnya meningkatkan juga pendapatan negara,” kata Gus Adhi.

Lebih jauh tokoh yang dikenal sebagai sosok wakil rakyat berhati mulia, gemar berbagi ini menerangkan bahwa masih terjadi ketimpangan pembangunan di Bali sehingga pemerataan pembangunan di seluruh wilayah menjadi pekerjaan rumah besar bagi Bali ke depan. Untuk mewujudkan pemerataan pembangunan ini tentunya juga berkaitan dengan sumber pendanaan. Dengan disahkannya Undang-Undang Provinsi Bali maka Bali bisa mengelola daerahnya dan mendapatkan sumber dana seperti dari retribusi wisatawan hingga juga desa adat bisa mendapatkan pendanaan dari APBN.

“Bukan berarti kita meminta atau mengusulkan otonomi khusus, namun dalam hal ini pandangan kami harus ada hal-hal khusus yang masuk dalam Undang-Undang Provinsi Bali. Salah satunya yang berkaitan dengan pendanaan, sumber dana,” terang Gus Adhi yang dikenal dengan spirit perjuangan “Amanah, Merakyat, Peduli” (AMP).

Gus Adhi menyebut jika UU Provinsi Bali ini tidak diperjuangkan maka selamanya pemerataan pembangunan tidak akan pernah ada di Provinsi Bali. Di Bali Timur, Bali Utara, Bali Barat akan selamanya terjadi ketimpangan dengan gemerlapnya pembangunan dan pariwisata di Bali Selatan.

"Dalam hal ini saya sampaikan kepada perwakilan Kementerian Dalam Negeri, hal ini menjadi dasar pertimbangan pentingnya RUU Provinsi Bali ini mendapat persetujuan. Ini merupakan hal yang sangat istimewa, sudah menjadi pembahasan lima pimpinan dan sembilan fraksi yang ada,” sebut tokoh dengan spirit perjuangan “Kita Tidak Sedarah Tapi Kita Searah" ini.

Anggota DPR RI dua periode ini menegaskan yang perlu dicatat Bali kecil, dengan adanya kekeluasaan sumber dana maka pemerataan pembangunan segera tercapai di seluruh Bali. Kalau pemerataan pembangunan bisa terlaksana maka Bali akan lebih menggema di internasional dengan pariwisatanya.

“Itu kita perjuangkan, kalau Bali bisa mendapatkan pendanaan dari kontribusi pariwisata, sudah tentunya akan diberikan kepada desa adat untuk mengembangkan budaya. Kalau kebudayaan Bali berkembang maka pariwisata Bali akan meningkat,” sambung politisi Golkar asal Kerobokan, Badung ini.

Menurut Gus Adhi, penguatan desa adat dan peran Provinsi Bali dalam mengatasi persoalan di desa adat yang menyangkut lintas wilayah kabupaten/kota. Gus Adhi mengakui walaupun pengaturan desa adat sudah ada dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa namun UU 6 Tahun 2014 ini tidak akan bisa dilaksanakan secara konkret kalau desa adat ini tidak dimasukkan di UU Provinsi Bali.

“Contoh Desa Adat Kerobokan mewilayahi dua kabupaten/kota kalau kita bicara batas wilayahnya yakni Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, juga lintas kelurahan ada 5 kelurahan, ada juga lintas kecamatan 2 kecamatan. Nah kalau terjadi permasalahan seperti ini, peraturan Pemerintah Kabupaten Badung dan Pemerintah Kota Denpasar, ini jelas tidak akan bisa menyelesaikan. Makanya sangat penting sekali permasalahan ini ditarik kepada kewenangan Provinsi Bali. Inilah yang menjadi dasar pertimbangan kami di Komisi II bagaimana pentingnya masuk desa adat dalam Undang-Undang Provinsi Bali,” terang Gus Adhi.

Gus Adhi lantas menegaskan bahwa tidak ada larangan pengaturan mengenai desa adat kembali di atur di Undang-Undang Provinsi Bali. “Satu lagi yang menjadi catatan di DIM, tidak dimasukkannya desa adat karena ada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Saya membaca literasi yang ada bahwa tidak ada salahnya bilamana terjadi pengulangan pengaturan desa adat di Undang-Undang Provinsi. Jadi seyogyanya desa adat tetap masuk dalam RUU Provinsi Bali,” tegas Anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali ini.

Sementara, Gubernur Bali Wayan Koster mengaku sependapat dengan apa yang disampaikan Gus Adhi. Koster juga menegaskan materi RUU Provinsi Bali ini sangat soft tidak ada substansi yang memberatkan pemerintah pusat. Ia menyebut pengalamannya membahas 14 Undang-Undang saat menjadi anggota DPR RI, RUU Provinsi Bali ini adalah RUU yang materinya sangat soft, sangat moderat, tidak ada yang substansinya memberatkan pemerintah pusat.

“Diskusinya kaitannya tentang pengaturan di Bali memang sudah ada UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang, disini (RUU Provinsi Bali) sebenarnya mengatur lebih detail mengenai karakteristik Bali. jadi tidak bertentangan dengan UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang, justru ingin memperdalam, mengelaborasi lebih konkret,” kata Koster.

Koster mengakui meskipun desa adat sudah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan kembali diatur di RUU Provinsi Bali, justru disini akan memperkuat pengaturan keberadaan desa adat. “Dan sebenarnya banyak UU yang materinya sama tapi dicantumkan di beberapa UU untuk mensinkronkan supaya jadi lebih jelas dan tegas serta tidak menimbulkan persepsi lain. Jadi saya kira tidak ada persoalan di situ,” sebut Koster.

Koster kembali menegaskan tidak ada hal yang memberatkan pemerintah pusat. Apalagi draft RUU Provinsi Bali di Badan Legislasi maupun di Komisi II DPR RI sudah diterima dengan bulat secara musyawarah, tanpa ada voting sama sekali dan sudah dijadikan RUU insiatif DPR RI melalui paripurna.

“Semestinya pemerintah tidak terlalu ada persoalan terkait dengan keberadaan isi materi RUU itu. Kami betul-betul berharap kepada Komisi II agar betul-betul dapat mempertahankan keseluruhan isi dari Rancangan Undang-Undang ini secara all out. Agar bertarung mengawal ini agar tercapai apa yang sudah diputuskan DPR RI,” kata Koster. 

Setelah mendengar masukan berbagai pihak, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengungkapkan yang disampaikan dalam pertemuan ini menjadi simpulan sekaligus harapan masyarakat Bali untuk dibawa dalam proses pembahasan RUU Provinsi Bali di Komisi II DPR RI bersama pemerintah. Pihaknya pun berjanji mengawal penuh isi materi dalam draft RUU ini hingga bisa disahkan.

“Kami mohon doanya supaya mulai besok dalam rapat-rapat di DPR RI kami bisa mempertahankan isi keseluruhan draft RUU ini yang memang sudah menjadi kesepakatan di komisi II dan DPR RI, apalagi ini sudah menjadi inisiatif DPR RI. Jadi kita berharap apa yang menjadi inisiatif kita bisa dipertahankan dan bisa menjadi UU,” kata Ahmad Doli.

Dirinya mengakui saat ini ada 8 RUU Provinsi yang akan dibahas di DPR RI namun RUU Provinsi Bali ini yang paling lengkap dan paling panjang dari sisi naskah akademik maupun draft RUU yang diajukan. Dikatakan Draft RUU Provinsi Bali ini sudah aspiratif dan lengkap mewakili keberagaman masyarakata yang ada di Provinsi Bali juga.

“Bali agak spesifik karena sejak awal masyarakat Bali melalui pemerintah daerahnya mengajukan draft yang cukup lengkap dibandingkan dengan provinsi yang lain. Kami pun di komisi II sudah membahasnya secara lebih rinci,” ungkap Anggota Fraksi Golkar DPR RI ini.

Diharapkan pembahasan RUU Provinsi ini bisa berjalan lancar dan ditargetkan 29 Maret 20123 ini sudah selesai pengambilan keputusan tingkat pertama. “Besok kami sudah mulai akan bahas ini dan mendengarkan penjelasan pemerintah. Semoga pemerintah juga punya pandangan yang sama terhadap isi UU ini sehingga pembahasannya tidak terlalu lama. Kami targetkan 29 Maret sudah selesai pengambilan keputusan tingkat 1, kemudian akan dikirimkan pengajuan ke pimpinan DPR RI agar bisa dibahas di Rapim dan Bamus, sehingga bisa dibawa ke rapat paripurna agar bisa disahkan,” terang Ahmad Doli.

Terkait besaran dana desa adat yang bisa didapat dari APBN dan apakah memungkinkan ada persentase tertentu seperti dana bagi hasil dari daerah-daerah yang punya sumber daya alam, Ahmad Doli mengaku belum tahu pasti karena hal itu tergantung kebijakan pemerintah.

“Untuk itu nanti kita bahas bersama pemerintah. Saya tidak tahu pastinya, karena kalau bicara soal anggaran sangat terkait dengan kebijakan pemerintah,” tutup Ahmad Doli.(BB).