Tak Dapat Keadilan Sekala, Keluarga Besar Jro Kepisah Korban Mafia Tanah Tempuh 'Keadilan Niskala'

  05 September 2022 HUKUM & KRIMINAL Denpasar

Korban mafia tanah, Keluarga besar Jro Gde Kepisah menempuh cara dengan upaya keadilan niskala melakukan upacara Balik Sumpah.

IKUTI BALIBERKARYA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baliberkarya.com-Denpasar. Ahli waris almarhum I Gusti Gede Raka Ampug alias Gusti Raka Ampug, yang bernama Anak Agung Ngurah Oka hingga kini merasa dirinya tidak mendapat keadilan secara sekala, justru Ia mendapat perlakuan yang tidak sesuai hukum berlaku. 

Mirisnya, Ia merasa adanya oknum penyidik Polda Bali diduga melakukan upaya kriminalisasi terhadap Keluarga Jero Kepisah terkait penanganan tanah waris sehingga tidak ada kepastian hukum hingga saat ini. 

Parahnya, dibalik EW sebagai pelapor dicurigai ada oknum penyokong dana ikut bermain, apalagi tanah waris itu lokasinya strategis di Kota Denpasar yang memiliki nilai jual cukup tinggi sehingga menjadi incaran para oknum mafia tanah.

Tidak mendapat keadilan dan kepastian hukum secara sekala, keluarga besar Jro Gde Kepisah akhirnya kini menempuh cara dengan upaya keadilan niskala yakni melakukan upacara Balik Sumpah yang merupakan upacara Bhuta Yadnya. Makna upacara yang dilakukan oleh keluarga besar Jro Gde Kepisah adalah mencari keadilan yang terdalam dari perlakuan yang diterimanya selama ini. 

Penglingsir (tetua) Jero Kepisah, Anak Agung Ngurah Suadnya Putra mengaku tujuan dari upacara ini adalah bentuk perjuangan keluarga besar dalam melengkapi perjuangan sekala yang sudah dilakukan dan upacara ini mewakili unsur Niskalanya yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sang pemilik keadilan. Selain itu, tujuan dari upacara ini adalah karena leluhurnya diakui oleh keluarga orang lain yang sama sekali tidak dikenalnya. 

"Tidaknya ada keadilan yang dirasakan, maka dari itu keluarga Jro Gde Kepisah ini meminta kepatutan dan keadilan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Semesta Alam), yang memiliki implikasi terhadap hukum karmaphala," ucapnya kepada awak media. 

Menurutnya, jalur sekala yang sudah dilakukan adalah pengayoman hukum yang dilakukan oleh keluarga besar Jro Gde Kepisah dengan bersurat ke Kapolri, Kemenhukam, Presiden Joko Widodo dan lainnya, namun hingga ratu keadilan belum menghampirinya. Sementara, lahan yang sampai saat ini disengketakan belum juga dapat dikuasainya karena adanya permasalahan yang menjerat. 

"Padahal lahan garapan tersebut sudah dikuasai secara turun - temurun selama 4 generasi. Aset yang ada disana adalah lahan persawaahan, rumah dan lahan diwilayah Benoa," sebutnya. 

"Saya sudah laporkan itu kemana-mana, masalah yang membelit keluarga saya juga sudah 3 kali diperiksa polisi. Disana saya ditanya-tanya dengan pertanyaan yang sama selalu," tambahnya. 

Bahkan dalam pemeriksaan sudah Ia sebutkan semuanya, dari silsilah dan lainnya. Sementara pengakuan dari Jro Suci yang diduga mengaku memiliki lahan tersebut, tidak dia mengerti karena dengan tegas Penglingsir menolak dan mengaku tidak mengenalnya. 

"Hasil dari sawah yang digarap oleh penggarap sawah semua hasilnya kesini, gak ada kemana-mana. Penyakap itu dari kumpi, kakeknya, orang tuanya sampai anaknya sekarang masih membawa kesini hasil panennya," ungkapnya sebagai bukti nyata bahwa tanah garapan itu adalah milik dari Jro Gde Kepisah. 

Penglingsir Jro Gde Kepisah lainnya yakni Anak Agung Ngurah Oka yang ditemui juga menegaskan hal yang sama. Permasalahan mereka berada pada silsilah keluarga mereka yang ganda dan ini juga disebabkan oleh Ida Ratu Bhatara Penglingsir yang terdahulu memiliki banyak nama atau julukan. 

"Gusti Gde Raka, Gusti Gde Raka Ampug, tetapi alamatnya tetap di Banjar Kepisah Pedungan tidak punya beliau alamat lain lagi. Dari kitir pajak, surat menyurat desa dan lainnya ya pasti disini. Keluarga saya membikin silsilah itu berdasarkan dengan nama wajib pajak yang terdaftar, karena kita belum punya penetapan silsilah, apalagi akta kelahiran belum ada," bebernya. 

Dengan nada tinggi, Anak Agung Ngurah Oka mengaku bahwa pipil yang digunakan untuk mengangkat menjadi kasus ini diduga palsu dan dibuat pada hari minggu. "Kami kecewa, permasalahan ini diterima juga oleh aparat penegak hukum. 

Kuasa hukum Jro Gde Kepisah, I Putu Harry Suandana Putra, SH, MH, CMLC., juga menceritakan secara detail tentang permasalahan yang terjadi termasuk tentang pemblokiran sertifikat hak milik keluarga Jro Gde Kepisah ini sudah terlewat batas. Menurutnya, pemblokiran yang dilakukan di Badan Pertanahan Negara (BPN) setelah 30 hari sejatinya sudah tidak dapat diblokir atau penyitaan yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri telah disetujui atau dalam kasus keperdataan. 

"Juga kasus TPPU, bahwa klien kami menjual tanah miliknya sendiri bukan tanah negara. Ini kesannya memaksa sekali. Pemblokiran di BPN itu harusnya ada landasan yang jelas. Delik pemalsuan itu bila adanya kerugian, tetapi mereka dimananya dirugikan kalo mereka ini tidak bagian dari keluarga ini. Setelah kami bersurat kemana-mana pelaporan itu diserahkan ke krimsus," sentilnya. 

Ia menilai adanya keanehan yang terjadi, bahwa dasar dari pelaporan itu tidak ada dasarnya, karena disebutkannya bukan dari keluarga besar Jro Gde Kepisah. 

"Yang sudah meninggal pun turut dipanggil. Setahu pengalaman saya, tentu harus dibuktikan dulu haknya atas tanah tersebut baru bisa bicara pidana," tegasnya. 

Sisi lainnya yakni Lurah Pedungan I Kadek Ermanto yang baru saja dilantik pada 02/08/2022 yang turut hadir menyaksikan upacara itu juga memberikan komentarnya terkait status keberadaan Jro Gde Kepisah. Ia menegaskan bahwa sepengetahuannya, bahwa hanya disinilah keberadaan Jro Gde Kepisah. 

"Sebelum saya jadi Lurah, saya adalah Klian Adat disini. Apa yang menjadi acuan masalah pajak, adalah benar dan SPPT itu benar jatuhnya di Jro Gde Kepisah. Itu jelas, dan sepengetahuan tiang (saya) tidak ada ke tempat lain. Secara defacto juga benar, saya belum dengar penyakap-penyakap (yang mengerjakan lahan) semua kesini dibawanya," kata I Kadek Ermanto. 

Terkait permasalahan ini, Ketua Yayasan Kesatria Keris Bali I Ketut Putra Ismaya Jaya yang akrab disapa Jro Bima atau Jro Ismaya mengaku sangat prihatin terhadap permasalahan yang dialami keluarga besar Jro Gde Kepisah. Baginya, Dharma harus selalu ditegakkan, apalagi membenarkan sesuatu yang salah.

"Mungkin bisa menang karena punya uang, tetapi kebenaran sejati, alam semesta, Tuhan yang Maha Esa tidak akan tidur. Kalau memang benar itu milik leluhurnya (lawan), kenapa gak dari dulu diminta? Kenapa baru sekarang dari keturunan garis ke 4. Jangan pernah silau terhadap harta dalam melihat persaudaraan, apalagi disaksikan oleh dewa langit dan leluhur," tegas Jro Ismaya. 

Sementara itu, Pengamat Sosial Budaya, Agung Wirapramana menilai permasalahan ini sudah kehilangan literasi. Kearifan lokal yang tumbuh harusnya menjadi acuan dari literasi hukum. 

"Sejarah Puri ini bahkan sudah ada sebelum Republik (Indonesia_red) ini berdiri. Lahan itu memiliki fakta lokasi, kepemilikan, fakta hasil, fakta pengakuan. Inilah yang harusnya menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan maupun mengambil keputusan dalam hukum," kata pria yang akrab disapa Gung Pram tersebut. 

Bagi Gung Pram, kesalahan - kesalahan nama, proses pendataan dan dibuat simple (sederhana), ini disebutkannya bahwa negara sudah melakukan kelalaian juga disini. 

"Semua pihak yang berwenang sebaiknya wajib membekali diri dengan literasi dari kearifan lokal Bali. Pada jaman dahulu rakyat atau masyarakat tidak berani menyebutkan nama rajanya, apalagi sebagai penyakap, menatapnya saja tidak berani," terangnya.(BB).