Ketika BPJS Disalahkan dalam Kasus Kecelakaan, Ini Penjelasan Sebenarnya
Selasa, 11 Februari 2025

Ket foto : Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Singaraja, dr. Endang Triana Simanjuntak
Baliberkarya.com - Jembrana. Banyak masyarakat yang salah paham mengenai peran BPJS Kesehatan dalam menangani kasus kecelakaan lalu lintas. Tak jarang, BPJS Kesehatan justru disalahkan ketika korban kecelakaan tidak mendapatkan jaminan pengobatan. Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 33 dan 34 Tahun 1964, pihak yang bertanggung jawab atas jaminan korban kecelakaan adalah Jasa Raharja.
Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Singaraja, dr. Endang Triana Simanjuntak saat jumpa pers di Kabupaten Jembrana mengatakan, banyak masyarakat yang keliru dalam memahami peran BPJS Kesehatan dalam kasus kecelakaan lalu lintas. Menurutnya, sering kali BPJS Kesehatan disalahkan ketika korban kecelakaan tidak mendapatkan jaminan pengobatan dari BPJS, bahkan ada yang menyerukan agar program BPJS ditutup.
“Kalau BPJS ditutup, siapa yang akan menanggung biaya pengobatan pasien dengan kebutuhan biaya besar? Seperti pasien yang menjalani cuci darah setiap minggu, yang biayanya sangat tinggi,” jelasnya, Selasa (11/02/2025).
Ia menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 dan 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan Lalu Lintas Jalan, penjamin utama bagi korban kecelakaan lalu lintas adalah Jasa Raharja, bukan BPJS Kesehatan. Namun, dalam banyak kasus, masyarakat justru menyalahkan BPJS.
“Undang-undang sudah jelas, untuk mendapatkan jaminan dari Jasa Raharja harus ada laporan kepolisian. Sejak dulu BPJS memang tidak menanggung biaya pengobatan korban kecelakaan yang sudah dijamin oleh Jasa Raharja. Namun, dalam beberapa kasus dengan biaya perawatan yang sangat besar, kami tetap membantu karena rasa kepedulian,” terangnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Jasa Raharja memberikan jaminan biaya pengobatan bagi korban kecelakaan lalu lintas sekitar Rp 20 juta. Namun, jika biaya perawatan melebihi jumlah tersebut, pasien harus mencari sumber biaya lain.
“Dalam hal ini BPJS menjadi second player (pemain kedua) untuk membantu korban kecelakaan dengan biaya pengobatan yang besar. Jika biaya pengobatan melebihi jaminan dari Jasa Raharja yang hanya Rp 20 juta, siapa yang akan menanggungnya? Kalau pasiennya mampu atau orang kaya, mungkin tidak masalah. Tapi bagaimana dengan pasien yang tidak mampu? Inilah yang menjadi perhatian kami,” tandasnya. (BB)
Berita Terkini
Berita Terkini

Berita Terpopuler



