Tanah Warisan Memicu Sengketa, Perindo Bali Berikan Bantuan Hukum Agar Dikelola Bersama dan Dibagi Rata
Rabu, 04 Desember 2024

Foto: Warga saat meminta pendampingan hukum dengan mendatangi kantor DPW partai Perindo Bali di kantor Perindo Bali, Gatot Subroto, Denpasar, Rabu (4/12/2024).
Baliberkarya.com-Denpasar. Tanah warisan bisa memicu permasalahan dan konflik antar ahli waris jika tidak dikelola dengan baik dan adil. Bahkan, tak jarang tanah warisan berujung sengketa hukum antar ahli waris, seperti tanah warisan seluas puluhan are di kawasan Dalung, Kabupaten Badung kini berperkara antar ahli waris dan menjadi perhatian publik.
Terkait sengketa ahli waris tersebut, Partai Perindo Bali akhirnya secara resmi memberikan bantuan hukum kepada salah satu pihak yang bersengketa dalam kasus ini, setelah mempelajari dokumen dan bukti-bukti yang ada. Pengajuan pendampingan hukum dilakukan oleh Ketut Suharnadi beserta keluarganya terkait adanya dugaan penipuan silsilah keluarga dan adanya dugaan membuat sertifikat tanah secara sepihak oleh salah satu anggota keluarga tanpa persetujuan anggota keluarga lainnya.
”Kami telah menerima permintaan bantuan hukum dari Gusti Ketut Suwarnadi pada 29 November 2024. Setelah kami pelajari, kami diskusikan dengan pengurus Bantuan Hukum dan HAM (Perindo Bali), kami putuskan untuk memberikan bantuan hukum," kata Ketua DPW Partai Perindo Bali, Komang Purnama di kantor Perindo Bali, Gatot Subroto, Denpasar, Rabu (4/12/2024).
Komang Purnama juga mengaku pihaknya telah memberikan surat tugas kepada anggota advokasi hukum dan HAM partai Perindo Bali untuk menangani kasus ini. Sengketa ini melibatkan tanah warisan milik keluarga besar almarhum Gusti Rai Sengkuk yang memiliki tiga istri. Berdasarkan dokumen ahli waris, tanah tersebut seharusnya dibagi merata.
Namun, permasalahan muncul ketika sejumlah bidang tanah, termasuk tanah seluas 19 are yang berlokasi di Dalung, disertifikatkan atas nama salah satu ahli waris tanpa persetujuan pihak keluarga lainnya. ”Semoga apa yang bisa kita berikan, mereka bisa mendapatkan keadilan sebaik-baiknya," harap Komang Purnama.
Salah satu ahli waris, Gusti Ngurah Djelantik (76 tahun) menjelaskan bahwa tanah yang menjadi sengketa sebenarnya berasal dari pembagian warisan keluarga besar. Adapun lokasi tanah meliputi beberapa tempat, dengan luas bervariasi dari 21 are hingga 49 are.
“Pada tahun 1993 dan 2001, beberapa bidang tanah telah dijual bersama-sama dan hasilnya dibagi rata. Namun, masalah muncul karena tiba-tiba sebagian tanah lainnya disertifikatkan tanpa sepengetahuan ahli waris lainnya,” ungkap pensiunan guru SMA ini.
Djelantik menjelaskan, salah satu kasus terjadi pada tanah seluas 21 are di Dalung. Awalnya, tanah ini dikelola oleh keluarga besar sejak 1979. Namun, pada 2018, terbit sertifikat atas nama pihak lain, yang kemudian memicu sengketa. “Kami tidak diberi tahu mengenai penerbitan sertifikat itu. Padahal, tanah tersebut merupakan warisan yang harusnya dikelola bersama,” tegasnya.
Lebih jauh Djelantik menuturkan dimana dulunya sejumlah bidang tanah di Dalung, Kuta Utara diwarisi dari sang kakek kepada anak dan cucunya. Sebelumnya, keluarga besar bersepakat bahwa sejumlah bidang tanah itu tak boleh disertifikatkan secara sepihak. ”Tapi tiba-tiba, tanpa sepengetahuan saudara yang lain, mereka ada sertifikat berdua," tuturnya.
Dia juga menjelaskan, bahwa dua orang yang juga bagian dari keluarga besar tersebut membuat sertifikat tanah warisan yang sebelumnya atas kepemilikan bersama menjadi milik secara perorangan. Dua orang itu juga disebutkan diduga telah memalsukan silsilah keluarga demi meloloskan pembuatan sertifikat tanah tersebut.
Sementara, tim advokasi hukum yang dikoordinasikan oleh Ruben Luther Sang menegaskan bahwa kasus ini memiliki dimensi hukum yang kompleks, mulai dari dugaan pemalsuan dokumen hingga pelanggaran hak waris. Pihaknya juga telah memiliki sejumlah bukti baru untuk mendukung pembukaan kembali kasus ini.
“Kami telah melampirkan tujuh surat bukti baru terkait pemalsuan dokumen dan tiga surat bukti terkait dugaan penghilangan asal-usul dalam permohonan kepada Polda Bali. Kami terus mendorong agar penyelidikan dibuka kembali, khususnya berdasarkan Surat Edaran Kapolri yang memungkinkan pembukaan kembali SP3 dengan bukti baru,” jelas Ruben Luther Sang.
Ruben Sang selaku anggota pengurus Bantuan Hukum dan HAM Partai Perindo DPW Bali juga menjelaskan bahwa sebelumnya pihak warga yang meminta bantuan hukum sudah membuat aduan ke Polda Bali. Namun sayangnya dua laporan yang diadukan ke Polda Bali tersebut malah SP3.
”Sudah memasuki pemeriksaan saksi dan pemeriksaan bukti. Ada bukti tambahan juga berupa pernyataan waris bersama, pembagian salah satu bidang tanah juga sudah kami sampaikan ke Polda. Tiba-tiba terbit SP3 atas dua laporan kami. Kami ajukan permohonan ke Polda agar dibuka kembali dua kasus ini," harapnya.(BB).
- TAGS:
- Tanah Warisan
- Sengketa
- Hukum
- Tanah Di Dalung
- Perindo Bali
- Komang Purnama
- Eka Mardika
- Bantuan Hukum
- Dikelola Bersama Dibagi Rata
- Ahli Waris
- Pendampingan Hukum
- Partai Perindo Bali
- Kapolri Listyo Sigit
- Menteri ATR BPN Nusron Wahid
- Kapolda Bali
- Kementerian ATR BPN
- Baliberkarya
- Viral
- Media Online Bali
- Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini

Angin Kencang dan Hujan Lebat Terjang Jembrana, Puluhan Rumah Rusak


Arah Kade! Maling Buah Alpukat di Penyaringan, Pelaku Kepergok Warga
Berita Terpopuler

